get app
inews
Aa Text
Read Next : Pengungsi Lewotobi yang Dipulangkan Menjerit di Bawah Terpal Sobek

Dana Donasi Erupsi Lewotobi Masih Tersandera

Minggu, 19 Januari 2025 | 16:52 WIB
header img
Sejumlah warga penyintas erupsi Gunung Lewotobi laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur /Foto: iNewsFlores.id/Marten Liwu

Flores Timur, iNewsFlores.id -Warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi di Kabupaten Flores Timur mendesak pemerintah daerah untuk segera mencairkan dana donasi yang hingga kini masih tersimpan di rekening bank. Dana miliaran tersebut merupakan hasil sumbangan dari berbagai pihak sejak bencana terjadi beberapa bulan lalu.

Para korban bencana menyatakan kekecewaannya terhadap lambatnya proses pencairan dana yang sangat dinantikan untuk membantu mereka memulai kehidupan baru. Kondisi ini diperburuk dengan minimnya transparansi dalam pengelolaan dana tersebut.

"Kami sudah lama menunggu, tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan kapan dana ini akan disalurkan. Banyak dari kami yang kehilangan rumah dan harta benda, dan dana ini sangat kami perlukan untuk memulai kembali kehidupan," ujar Adrianus, salah seorang korban erupsi dari Desa Boru.

Lambatnya pencairan dana ini juga menuai kritik tajam dari warga diaspora Wulanggitang di Papua, yang menyatakan keprihatinan mendalam terhadap realisasi pencairan dana tersebut. Mereka menegaskan bahwa dana itu sepenuhnya diperuntukkan bagi para korban bencana, tidak boleh digunakan untuk untuk kepentingan lain.

"Dana ini bukan milik pemerintah, melainkan hasil kebaikan hati para donatur. Kami mendesak agar dana segera disalurkan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan," tegas Mikhael Dadu, salah satu perwakilan diaspora.

Ia menambahkan, Pemerintah Kabupaten Flores Timur harus menjaga kepercayaan para donatur. Jika pencairan terus tertunda, kepercayaan terhadap komitmen pemerintah dalam mengelola bantuan kemanusiaan bisa memudar.

"Kenapa dana itu dibiarkan mengendap? Jangan sampai ya, uang ini dimanfaatkan untuk hal lain, seperti deposito," kritiknya.

Mikhael juga mendesak agar ada transparansi dan kejelasan dalam pengelolaan dana tersebut. "Kami ingin memastikan dana ini benar-benar dimanfaatkan untuk membantu seluruh korban bencana erupsi," pungkasnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Flores Timur, Petrus Pedo Maran, mengungkapkan bahwa pengelolaan dana tersebut terkendala setelah empat staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) memutuskan untuk mengundurkan diri. Ia menjelaskan bahwa pengunduran diri tersebut diduga disebabkan oleh trauma dan beban kerja yang dirasakan oleh para staf.

“Ada dua kemungkinan penyebabnya: pertama, karena trauma; dan kedua, karena beban tugas yang cukup berat,” ujar Pedo Maran beberapa hari lalu.

Menurut Pedo Maran, jabatan bendahara menjadi salah satu posisi yang sulit diminati oleh pejabat struktural. 

"Ini menjadi kendala karena mereka merasa tanggung jawabnya terlalu besar. Namun, kami akan mencari solusi, salah satunya dengan mekanisme penunjukkan langsung," jelasnya.

Hingga saat ini, tim pengelola dana donasi belum terbentuk, sehingga penggunaan dana tersebut tertunda. Jika tidak ada staf yang bersedia, pemerintah daerah berencana menunjuk pejabat struktural eselon IV atau III untuk mengambil alih tugas tersebut.

“Kami yakin, eselon IV adalah pilihan yang memungkinkan. Ini harus segera dilakukan agar dana tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik,” ujar Pedo Maran.

Seperti diketahui, sebanyak 6613 warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki hingga kini masih tinggal di posko pengungsian. Mereka terus berharap proses relokasi dapat segera dipercepat agar kehidupan mereka kembali normal. Saat ini, lokasi relokasi yang sudah menunjukkan perkembangan adalah Noboleto, sementara lokasi lain seperti Wukolewoloro dan Kojarobek masih menunggu persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Adapun Bungawolo dan Waidoko masih dalam tahap pendekatan khususnya kepada yang memiliki hak atas tanah secara komunal untuk mencapai kesepakatan.

Sementara itu, warga Desa Boru, Boru Kedang, dan Pululera yang telah dipulangkan dari posko pengungsian oleh pemerintah kini hidup dalam kondisi memprihatinkan. Sebagian besar rumah warga mengalami kerusakan parah akibat abu vulkanik dan belum diperbaiki. Mereka terpaksa bertahan di bawah atap terpal yang diberikan sebagai bantuan darurat. Ironisnya, hingga kini masih ada warga yang bahkan belum menerima terpal, sehingga harus mencari cara lain untuk melindungi diri dari cuaca ekstrem.

“Kami sudah pulang dari pengungsian, tapi kondisi di sini tidak lebih baik. Rumah hancur, bantuan pun tidak merata,” ujar sejumlah warga Boru.

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut