Flores Timur, iNewsFlores.id– Proses pemulangan pengungsi erupsi Gunung Lewotobi dari posko pengungsian terpusat dan mandiri di Desa Gerong mulai dilakukan. Namun, langkah ini memicu kebingungan dan kritik dari warga yang merasa belum mendapatkan kejelasan terkait kondisi rumah mereka yang rusak serta keberlanjutan bantuan selama masa transisi.
"Kami bingung dengan kebijakan ini. Sebelumnya, informasi yang kami terima mengatakan Desa Boru belum akan dipulangkan, tetapi kini kami sudah didata untuk pulang. Bagaimana dengan rumah kami yang atapnya rusak parah? Apa pemerintah akan memastikan rumah kami layak huni agar kami bisa merasa aman?" ujar Tino Plue warga Desa Boru dengan nada kecewa.
Dia juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap pendidikan anak-anak mereka. "Jika kami dipulangkan besok, anak-anak kami mau sekolah di mana? Hari Senin nanti anak-anak mulai ujian sekolah, sementara tempat tinggal dan fasilitas mereka belum jelas," tambahnya dengan penuh kekhawatiran.
Langkah tergesa-gesa tanpa perencanaan matang ini dinilai justru menambah beban psikologis para pengungsi, yang saat ini sedang dilanda kesulitan akibat bencana.
"Kami berharap pemerintah untuk mengambil tindakan konkret demi menjamin keselamatan, kenyamanan, dan hak-hak dasar kami," tegas Yohanes warga lainnya.
Sebelumnya, Pemerintah Daerah Flores Timur (Pemda Flotim) memutuskan hanya memulangkan warga dari desa-desa yang dianggap berada di radius aman, seperti Desa Pululera, Desa Hewa, Desa Waiula, dan Desa Pantai Oa. Pemulangan ini direncanakan berlangsung hingga 7 Desember 2024, menyusul penurunan radius aman Gunung Lewotobi Laki-laki dari sebelumnya 9 kilometer menjadi 7 kilometer oleh Badan Geologi Kementerian ESDM pada 26 November lalu.
Meskipun demikian, status Gunung Lewotobi Laki-laki masih berada di level awas atau level 4.
"Kami mengimbau masyarakat untuk tetap waspada meskipun aktivitas erupsi menurun," kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid dalam keterangan resminya belum lama ini.
Langkah pemerintah ini memunculkan kritik dari sejumlah pihak, termasuk Anggota DPRD Kabupaten Flores Timur, Vincensius Suban Hikon.
Ia mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam memastikan keselamatan dan kelayakan tempat tinggal bagi warga yang dipulangkan.
“Pemulangan ini baik sebagai upaya pemulihan, tetapi yang terpenting adalah jaminan keselamatan warga. Apakah kondisi erupsi benar-benar aman? Apakah jalur evakuasi baru sudah siap? Dan bagaimana dengan tempat tinggal layak huni bagi mereka?” tegas Yuven sapaan akrabnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan beberapa pekan lalu, kerusakan rumah di Desa Boru dan sejumlah desa lain akibat erupsi telah diidentifikasi oleh pihak BNP. Namun, hingga kini belum ada kejelasan dari Pemkab Flores Timur maupun BNPB terkait bentuk dan mekanisme bantuan yang akan diberikan kepada para pengungsi, baik selama proses pemulangan maupun setelah mereka kembali ke desa asal.
“Musim hujan sedang berlangsung. Bagaimana nasib warga yang dipulangkan jika tempat tinggal mereka tidak siap? Langkah ini sepertinya dipaksakan tanpa perencanaan yang matang,” lanjut Vincensius.
Meski upaya pemulangan ini dianggap sebagai tanda awal pemulihan, masyarakat berharap pemerintah tidak tergesa-gesa dan lebih memperhatikan kondisi warga, terutama jaminan tempat tinggal yang layak dan keamanan selama proses transisi.
“Pemulangan warga harus disertai solusi konkret, bukan sekadar pengurangan jumlah pengungsi. Pemerintah perlu memastikan semua warga mendapat perlindungan maksimal, terutama di situasi bencana seperti ini,” pungkas Vincensius.
Editor : Yoseph Mario Antognoni