Flores Timur, iNewsFlores.id- Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki pada 3 November 2024 mengguncang Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tragedi ini merenggut sembilan nyawa, melukai puluhan orang, dan memaksa ribuan warga mengungsi.
Wajah-wajah muram para pengungsi di tenda-tenda darurat menjadi saksi bisu duka yang sulit sirna. Ratusan rumah dan fasilitas umum hancur, sementara abu vulkanik mengubur lahan pertanian, menciptakan krisis yang belum menemukan ujung.
Satu bulan berlalu, dampaknya masih mencengkeram kehidupan warga.
Data Pemerintah Kabupaten Flores Timur menunjukkan kerusakan signifikan pada 869 hektare lahan pertanian dan perkebunan di Kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Sebast Sina Kleden, merinci bahwa Kecamatan Wulanggitang merupakan wilayah terdampak terparah dengan 669 hektare lahan rusak, sementara 200 hektare sisanya tersebar di Kecamatan Ile Bura.
"Komoditas yang terdampak mencakup kacang, sorgum, singkong, mete, cengkih, kelapa, dan kakao," ujar Sebast saat memberikan keterangan di Larantuka, Rabu (4/12/2024).
Sebast merincikan, 11 desa di Kecamatan Wulanggitang yang terdampak adalah Desa Ojan Detun, Hewa, Waiula, Pantai Oa, Nawakote, Boru, Boru Kedang, Hokeng Jaya, Klatanlo, Nileknohing, dan Pululera. Sementara itu, tujuh desa di Kecamatan Ile Bura yang mengalami kerusakan mencakup Desa Nobo, Riang Baring, Lewo Awang, Lewotobi, Nurabelen, Riang Rita, dan Dulipali.
Kerusakan ini bukan sekadar hitungan angka. Lahan seluas 1.476 hektare kini tidak lagi produktif untuk ditanami. Dampaknya diprediksi akan dirasakan oleh para petani, baik dari sisi pendapatan maupun ketahanan pangan.
"Potensi kehilangan hasil panen tahun 2025 sangat besar. Hal ini akan memengaruhi perekonomian petani sekaligus ketersediaan pangan di Flores Timur," jelas Sebast.
Pemerintah Kabupaten Flores Timur berupaya memberikan perhatian khusus kepada petani yang berada di zona aman dengan menyediakan bantuan dan pendampingan teknis agar mereka dapat mengoptimalkan potensi lahan yang tersisa.
"Kami akan mendistribusikan bantuan berupa benih jagung hibrida dan padi gogo untuk mendukung aktivitas pertanian di daerah yang masih memungkinkan," tambahnya.
Di tengah kehancuran ini, semangat warga tak pernah padam. Harapan untuk kembali menata hidup bergantung pada solidaritas dan kepedulian bersama. Di tanah yang tertutup abu, mereka yakin akan lahir kembali kehidupan baru.
"Kami berharap kondisi ini menjadi perhatian pemerintah, agar kami bisa bangkit dan membangun kembali masa depan kami," ujar Silvester warga Desa Boru.
Editor : Yoseph Mario Antognoni