get app
inews
Aa Text
Read Next : KPK Didesak Ambil Alih Kasus MTN Senilai 50 Miliar yang Endap di Kejati NTT

Diduga Ada Mafia Peradilan, Debitur Bank NTT Tolak Rencana Penilaian Objek Lelang.

Selasa, 03 Juni 2025 | 16:14 WIB
header img
Salah seorang debitur Bank NTT Cabang Larantuka, Thomas Arif Wijaya, menolak rencana penilaian objek lelang oleh Pengadilan Negeri (PN) Larantuka. Foto: iNewsFlores.id/Joni Nura

Larantuka, iNewsFlores.id - Seorang debitur Bank NTT Cabang Larantuka, Thomas Arif Wijaya, menolak rencana penilaian objek lelang oleh Pengadilan Negeri (PN) Larantuka, yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 3 Juni 2025, pukul 09.00 WITA.

Objek lelang berupa tanah dan bangunan tersebut terletak di Kelurahan Postoh, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, dengan dasar sertifikat hak milik (SHM) Nomor 19 seluas 918 meter persegi. Penilaian dilakukan atas permohonan Bank NTT, sebagai bagian dari proses eksekusi terhadap aset jaminan kredit.

Namun, Thomas Arif Wijaya menyatakan keberatan karena menurutnya dokumen yang menjadi dasar pelaksanaan penilaian tidak sesuai dengan jaminan yang ia serahkan kepada pihak bank. Ia bahkan menduga ada mafia dalam proses peradilan yang dihadapinya.

“Tanah yang saya jaminkan berdasarkan akta 04 dengan surat ukur nomor 07, bukan surat ukur nomor 09 sebagaimana disebut dalam surat dari PN. Ini menimbulkan pertanyaan besar, karena surat dari pengadilan mencantumkan dokumen yang berbeda,” ujarnya kepada wartawan, Senin, 2 Juni 2025, usai menyerahkan surat keberatan ke PN Larantuka.

"Jawaban dari PN Larantuka justru menyatakan hal itu sudah final. Ini yang menimbulkan dugaan dari kami terkait adanya mafia peradilan," tambahnya.

Pihak keluarga Thomas Arif Wijaya juga turut mempertanyakan keabsahan dokumen tersebut. Yohanes N.D. Paru, mewakili keluarga, mengatakan bahwa mereka mendatangi pengadilan untuk meminta klarifikasi, namun diarahkan untuk berkoordinasi dengan pihak bank.

“Ini aneh. Surat itu dikeluarkan oleh pengadilan, tapi kami justru disuruh bertanya ke bank. Logikanya tidak masuk,” kata Anis Paru, sapaan akrabnya, saat diwawancarai di halaman Kantor PN Larantuka.

Ia menyayangkan pernyataan Ketua PN Larantuka yang menyebut pengadilan hanya menjalankan permintaan dari Bank NTT.

“Ketua PN menyebut mereka hanya memproses permintaan bank. Padahal, seharusnya pengadilan memastikan keabsahan dokumen yang digunakan sebagai dasar tindakan hukum,” tegasnya.

Menanggapi hal ini, pendamping hukum Thomas Arif Wijaya, Matias Lidang Sabon, SH, MM, menegaskan bahwa pihaknya menolak pelaksanaan penilaian selama dokumen yang digunakan dinilai tidak sah. Ia menyatakan akan menempuh upaya hukum lanjutan.

“Kami sedang mempersiapkan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dan kemungkinan pelaporan dugaan pemalsuan dokumen ke kepolisian maupun kejaksaan,” tegas Matias.

Surat permohonan penilaian sendiri dikeluarkan oleh Ketua PN Larantuka, Maria Rosdiyanti Servina Maranda, SH, pada 27 Mei 2025, sebagai tindak lanjut permintaan dari Bank NTT tertanggal 1 Februari 2025.

Maria Rosdiyanti, yang diwawancarai di ruangannya, menjelaskan bahwa pengadilan telah menjalankan prosedur sesuai permohonan yang diajukan oleh pihak bank.

Ia menegaskan, dokumen yang dipermasalahkan justru telah digunakan sendiri oleh pihak termohon dalam proses hukum sebelumnya, termasuk dalam memori PK.

“Dalam perkara perdata, hakim bersifat pasif. Pembuktian diserahkan kepada para pihak. Justru bukti yang dipersoalkan sekarang, berasal dari dokumen yang mereka sendiri ajukan sebelumnya,” ujarnya di ruang kerjanya.

Sementara dilihat dalam surat keberatan tertanggal 1 Juni 2025, Thomas Arif Wijaya menilai surat pengadilan tidak menjelaskan secara rinci identitas tanah dan bangunan yang akan dinilai tersebut, serta tidak mencantumkan secara jelas nomor surat ukur yang sesuai.

“Surat itu tidak mencerminkan objek jaminan yang sebenarnya saya serahkan dalam perjanjian kredit. Isinya membingungkan,” tulisnya dalam surat tersebut.

Thomas juga menegaskan bahwa dirinya akan terus berjuang demi keadilan. “Walau dunia seakan runtuh, hukum tetap harus ditegakkan,” pungkasnya. 

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut