Ruteng, iNewsFlores.id - Kehadiran PLTP Ulumbu di Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Proses perluasan PLTP Ulumbu saat ini masuk pada tahap identifikasi lahan setelah melalui tahapan sosialisasi kepada masyarakat maupun kepada para pemangku kepentingan di Kabupaten Manggarai.
Selain melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, Tim perluasan PLTP Ulumbu juga membagikan booklet berjudul Pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5-6 (Poco Leok) 2×20 MW.
Tampak booklet bagian luarnya terdapat logo PLN, terlihat tulisan dengan judul Pendekatan Adat yang Konsultatif. Dalam booklet itu, PLN juga menulis telah melakukan pendekatan dan konsultasi kepada tokoh dan pemangku kepentingan.
Pemangku kepentingan itu disebut secara eksplisit. Selain pemerintah kabupaten, Camat Satar Mese, PLN juga mencantumkan nama lembaga layanan advokasi Gereja Katolik yakni Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) dari Keuskupan Ruteng, Ordo Fransiskan [OFM] dan Serikat Sabda Allah (SVD). Bahkan Rektor Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng juga turut dicatut.
Namun saat dikonfirmasi, Direktur Eksekutif OFM, Pastor Fridus Derong dengan tegas menyatakan tidak pernah melakukan konsultasi terkait perluasan PLTP Ulumbu yang terletak di Satar Mese itu.
Pihaknya hanya diundang untuk mengikuti sosialisasi, bukan konsultasi. Ia mengaku, bahwa lembaganya pernah diundang untuk mengikuti sosialisasi yang diinisiasi oleh pihak PLN.
Saat sosialisasi juga, JPIC OFM kata dia menyatakan sikap untuk menolak rencana perluasan PLTP Ulumbu. "Tidak benar itu, tidak ada konsultasi dengan kami. Beda sosialisasi dengan konsultasi. Untuk konsultasi, tidak ada. Itu kebohongan mereka," ujarnya kepada wartawan Selasa (8/11/2022).
Ia menegaskan, JPIC OFM selalu ada bersama masyarakat di Poco Leok dalam hal pengembangan Geotermal itu. "Kami sudah ke sana, ketemu dengan warga, tua adat. Sikap JPIC OFM di sana berpihak kepada masyarakat, yang di satu sisi sudah menjadi korban terutama mereka yang sudah di Wewo dan juga calon masyarakat yang menjadi korban," tegas dia.
Alasan penolakan kata Pastor Fridus, karena hasil advokasi JPIC OFM, banyak janji PLN kepada masyarakat sekitar PLTP Ulumbu yang tidak dipenuhi. "Terkait dengan janji-janji yang mereka disampaikan perusahan, baik janji penerangan, lapangan pekerjaan, janji listrik cuma-cuma. Di satu sisi kita melihat itu sebenarnya alibi dari perusahan untuk membohongi masyarakat," ujarnya.
Hal tersebut sudah jelas ada buktinya terhadap masyarakat di kampung Damu. Bahkan orang yang bekerja di sana juga tidak ada warga kampung Damu. Selain itu, dari informasi yang diperoleh JPIC kata dia, di Damu masih ada 40 kepala keluarga (KK) yang belum dialiri listrik.
"Lalu ada yang punya listrik, itu pun mereka beli, bukan dihadiahkan oleh PLTP Ulumbu," beber dia.
Di samping itu, lanjut dia, kehadiran PLTP Ulumbu juga dinilai akan memicu konflik di tengah masyarakat. Sebab sudah ada pro dan kontra. Sebelum hadirnya perluasan PLTP Ulumbu, kondisi di tengah masyarakat baik-baik saja.
Pastor Fridus juga menyoroti terkait lingkungan hidup. Ruang hidup masyarakat, tanah milik warga, berpotensi memicu bencana alam ke depan. Bahkan berpotensi terjadi pencemaran lingkungan sekitar.
Ia menambahkan, selama ini cara pandang masih seputar antroposentris, artinya demi manusia saja. Tidak pernah memikirkan alam itu sendiri yang selalu menopang kehidupan manusia.
"Kalau pun suatu saat warga Poco Leok terima semua, JPIC tetap berjuang karena di sana ada pohon, tanaman, udara dan lain-lain. Kita juga harus membuka mata dengan kehancuran akibat kehadiran Geotermal itu yah. Yang paling dekat itu di Mataloko, atau di Damu itu, seng rumah yang cepat karat," tutupnya.
Sementara itu, Direktur JPIC Keuskupan Ruteng, Romo Marthen Jenarut mengaku, pihaknya hanya diajak untuk menggelar diskusi bukan konsultasi terkait Perluasan PLTP Ulumbu.
"PLTP Ulumbu bukan melakukan konsultasi tapi mengajak kami untuk diskusi," kata Advokat Peradi itu kepada wartawan Selasa (8/11/2022).
Dalam diskusi dengan PLN, pihaknya sudah menegaskan bahwa kegiatan eksplorasi Geotermal harus tetap menjaga kondisi lingkungan hidup yang ada serta memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar masyarakat seperti hak untuk menikmati ruang hidup yang nyaman dan bersih.
"Gereja Keuskupan Ruteng sangat mendukung 3 pilar sustainable development, yakni pertumbuhan ekonomi, kelestarian ekologi dan keadilan sosial," ujarnya.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait