Ruteng, iNewsFlores.id - Sejumlah petani di wilayah Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggantungkan hidup mereka pada beberapa jenis komoditi seperti kopi dan cokelat.
Beberapa tahun terakhir, penghasilan komoditi andalan warga setempat pun menurun drastis. Bahkan, sejak tahun 2012 silam bersamaan dengan kehadiran PLTU Ulumbu petani setempat harus gigit jari karena komoditi tidak lagi memberi dampak terhadap kesejahteraan ekonomi.
Di lahan milik Agustinus Egot, warga Desa Lungar misalnya, penghasilan komoditi seperti kopi mulai menurun setiap tahunnya. Tanaman cokelat pun demikian. Selain itu, beberapa jenis pohon juga seperti dadap tak bisa lagi tumbuh di wilayah itu. Padahal sebelum kehadiran PLTP Ulumbu komoditi dan pohon dadap bertumbuh subur.
"Kalau selama ini, kopi tidak berbuah lagi. Dan bukan hanya saya punya, hampir semua masyarakat alami itu. Kurang tahu juga penyebabnya. Pohon dadap juga sejak 4 tahun lalu tidak bisa tumbuh," ujarnya kepada wartawan Jumat (4/11).
Warga lain, Petrus Jehabut asal Desa Mocok, mengungkapkan, sejak tahun 2014 lalu, penghasilan komoditi di lahan miliknya mulai menurun. Sebelum PLTP Ulumbu beroperasi pada tahun 2012 lalu. Penghasilan kopi dari lahan miliknya mencapai 18 karung. Tapi sekarang, dari lokasi yang sama penghasilannya menurun drastis bahkan tidak sampai sekarung.
"Saya juga kurang tahu apakah dampak dari PLTP Ulumbu atau tidak. Namun karena bersamaan dengan operasinya PLTP Ulumbu sehingga kami menduga dampak dari PLTP Ulumbu)" ungkap dia.
Selain kopi, menurut Petrus cengkeh di wilayah Mocok juga sudah tidak berbuah sejak 3 tahun lalu. Petrus mengaku beberapa kali menyampaikan keluhan kepada pemerintah daerah setempat terkait menurunnya hasil komoditi. Apalagi kini harganya juga ikut menurun.
"Sering dilaporkan, hanya belum ada respon dari pemerintah," ujarnya.
Ia berharap agar pemerintah memperhatikan nasib petani di wilayah itu, seperti mengidenfikasi penyebab menurunnya hasil komoditas warga dan diberikan solusi, agar masyarakat bisa bebas dari himpitan ekonomi.
Untuk diketahui, sebagian besar warga di wilayah itu bekerja sebagai petani. Di tengah masalah yang dialami oleh para petani. Pemerintah Kabupaten Manggarai akhirnya hadir di tengah mereka.
Namun, hadir bukan untuk membicarakan masalah pertanian melainkan menawarkan ekspolitasi panas bumi di lahan milik warga, yang menjadi tumpuan hidup mereka selama ini.
Dibayang-bayangi janji kesejahteraan, pemerintah Kabupaten Manggarai meminta warga untuk mendukung eksploitasi panas bumi dalam proyek perluasan PLTP Ulumbu (Poco Leok) Unit 5 dan 6.
Kanisius Tonga, Kapala Bagian Ekonomi Setda Kabupaten Manggarai yang juga menjadi tim indentifikasi kepemilikan lahan mengatakan, perluasan PLTP Ulumbu ini berdampak baik, karena bisa memanfaatkan panas bumi untuk kesejahteraan masyarakat.
"Kitakan punya potensi, ngapain kita harus tenggelamkan potensi yang luar biasa ini. Segala sesuatu yang ada di bawah ini akan berguna untuk kita apabila dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam pengembangan kelistrikan itu sendiri" kata Tonga.
Ia mengajak masyarakat untuk mendukung. Silang pendapat kata dia, tidak menjadi soal. Tetapi jangan sampai menghambat proses jalannya kegiatan tersebut. Tonga mengklaim, rangkaian proses dalam perluasan PLTP Ulumbu mendapatkan dukungan dari masyarakat, khususnya pemilik lahan yang nantinya akan dijadikan lokasi pengeboran.
Terkait penolakan warga. Pro kontra untuk semua kegiatan kata dia pasti ada. Namun sejauh ini, tidak menghambat proses yang sedang berjalan dalam proyek eksploitasi panas bumi. Tetapi dalam perjalanan, sejak identifikasi oleh managemen PLN, riak-riak itu muncul tetapi tidak sampai mencuat dan menghalangi proses yang sedang berlangsung.
"Prinsipnya, kalau pemilik lahan itu kasih, ngapain yang di luar itu. Okelah sebagai sebuah komunitas pasti iya, tapi kuncinya ada di pemilik lahan itu. Sejauh ini, semua pemilik lahan tidak bermasalah, mereka wellcome dengan program ini," klaim Tonga.
Hal itu dibantah oleh salah satu Tokoh Muda Desa Lungar, Servas. Menurutnya PLN dan Pemda Manggarai tidak bisa hanya hanya mementingkan pemilik lahan yang menerima proyek karena geothermal dapat menghancurkan keutuhan ruang hidup, sosial, ekonomi, dan budaya seluruh masyarakat Poco Leok.
Tokoh lainnya, Simon Wajong, mengaku geram dengan pihak PLN karena melakukan pengeboran sampel tanpa sepengtahuannya sebagai pemilik lahan. Ia mengetahui itu setelah mendapatkan informasi dari warga sekitar.
Menurut Simon, lahannya masuk dalam lokasi yang ditargetkan untuk melakukan pengeboran. Ia dengan tegas menolak rencana perluasan PLTP Ulumbu itu. Simon beralasan, wilayah pedalaman Poco Leok yang rencananya akan dijadikan lokasi pengeboran adalah tanah leluhur.
"Ini tempat leluhur kami dilahirkan, dibesarkan dan dimakamkan, makanya tidak mau kami berikan. Seharusnya ada pendekatan yang baik, entah kami tolak dan tidak. Tetapi sejauh ini kami tidak pernah dilibatkan," ujarnya.
Alasan lain, kata dia, karena melihat kejadian di tempat lain seperti Mataloko, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT maupun di wilayah lainnya. Proyek eksploitasi panas bumi gagal dan merugikan masyarkat setempat
Ia juga memaparkan masalah serupa akan terjadi di wilayah mereka. Seperti pengeboran yang terjadi di Mataloko mengalami kebocoran berupa semburan lumpur dan gas panas yang memberi banyak dampak buruk seperti atap rumah warga berkarat dan rusak, hasil komoditi menurun drastis, banyak lahan tak produktif lagi, hingga kesehatan warga terganggu, terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
"Khawatirnya, gas beracun itu yang akan terjadi di sini maka semua keluarga besar kami di Poco Leok ini pasti menjadi korban," beber Simon.
Selain itu, menurut Simon, dampak dari PLTP ulumbu yang sudah beroperasi selama ini menyebabkan hasil komoditas warga menurun drastis.
Warga lainnya, Agustinus Egor mengaku menolak lahanya untuk dijadikan lokasi pengeboran dalam proyek perluasan PLTP Ulumbu. Kendati lahan yang berbatasan langsung dengannya sudah menyetujui untuk dijadikan lokasi pengeboran.
"Alasan menolak karena wilayah Mesir merupakan daerah rawan bencana dan berada di antara perbukitan yang curam dan tanah labil. Kampung Mesir ini setelah didata oleh pemerintah, merupakan daerah rawan bencana," katanya.
Sebagai informasi, hasil pantauan wartawan, jarak batas lokasi rencana pengeboran panas bumi dengan pemukiman warga Mesir, Desa Lungar sekitar 50 meter.
Agustinus menceritakan, saat pertama kali sosialiasi oleh Pihak PLN, ia diundang untuk hadir. Tetapi ia tidak terpengaruh dengan janji kesejahteraan yang ditawarkan. Saat itu dengan tegas menolak, bahkan berapa pun biaya ganti rugi yang ditawarkan.
Menurut Agustinus, tidak ada jaminan bahwa program ini membawa keuntungan bagi masyarakat sekitar. Justru ia khawatir akan ada banyak dampak negatif yang terjadi ke depannya salah satunya bencana alam, seperti yang terjadi di lokasi eksploitasi panas bumi di daerah lain.
Sejak menyatakatan tolak rencama perluasan PLTP Ulumbu, Agutinus tidak pernah lagi dilibatkan dalam semua kegiatan yang berkaitan dengan Perluasan PLTP Ulumbu.
"Saya berharap untuk masyarakat yang sependapat dengan saya, kalau boleh apapun yang mereka tawarkan nanti jangan dikasih, kemana anak cucu saya nanti bekerja. Itu salah satu standar bagi saya, memikirkan anak cucu ke depannya," katanya.
Untuk diketahui, PLTP Ulumbu tengah berencana mengembangkan proyoek eksplorasi panas bumi Unit 5 dan 6, di wilayah Poco Leok yang mencakup tiga Desa yakni, Desa Lungar, Desa Mocok dan Desa Wewo, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai - NTT.
Dalam peta lokasi Wallped Perluasan PLTP Ulumbu (Poco Leok), pengeboran dan uji 10 buah sumur di 7 tapak Wellped. Dalam proyek perluasan PLTP Ulumbu ini juga akan ada laydown area (untuk mess dan tempat material); penyesuaian rute dan pelebaran jalan akses; konstruksi pembangkit listrik; konstruksi pipa baru dan fasilitas pendukung lainnya.
Editor : Yoseph Mario Antognoni