get app
inews
Aa Text
Read Next : Sebanyak 32 Desa di Manggarai Timur Belum Dialiri Listrik PLN, Ini Sejumlah Penyebabnya

Diduga Catut Nama Unika Ruteng Agar Dukung Proyek PLTP Ulumbu, PLN Didesak Minta Maaf

Jum'at, 11 November 2022 | 06:34 WIB
header img
Rektor Universitas Katolik (Unika) Santo Paulus Ruteng, Prof. Yohanes Servatius Lon saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di ruang kerjanya. Foto: iNewsFlores.ud/Ronald Tarsan.

Ruteng, iNewsFlores.id - Kehadiran proyek perluasan PLTP Ulumbu di Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Proses perluasan PLTP Ulumbu saat ini masuk pada tahap identifikasi lahan setelah melalui tahapan sosialisasi kepada masyarakat maupun kepada para pemangku kepentingan di Kabupaten Manggarai. 

Selain melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, Tim perluasan PLTP Ulumbu juga membagikan booklet berjudul Pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5-6 (Poco Leok) 2×20 MW.

Tampak booklet bagian luarnya terdapat logo PLN, terlihat tulisan dengan judul Pendekatan Adat yang Konsultatif. Dalam booklet itu, PLN juga menulis telah melakukan pendekatan dan konsultasi kepada tokoh dan pemangku kepentingan.

Pemangku kepentingan itu disebut secara eksplisit. Selain pemerintah kabupaten, Camat Satar Mese, PLN juga mencantumkan nama lembaga layanan advokasi Gereja Katolik yakni Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) dari Keuskupan Ruteng, Ordo Fransiskan [OFM] dan Serikat Sabda Allah (SVD). Bahkan Rektor Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng juga turut dicatut.

Menanggapi dugaan pencatutan tersebut, Rektor Universitas Katolik (Unika) Santo Paulus Ruteng, Prof. Yohanes Servatius Lon membantah telah melakukan konsultasi terkait rencana perluasan PLTP Ulumbu. 

Dia juga menegaskan tidak ada keterlibatan Unika Ruteng dalam proyek tersebut. Apalagi mengenai isi Booklet Tim perluasan PLTP Ulumbu yang berjudul Pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5-6 (Poco Leok) 2×20 MW.

"Sejauh ini saya tidak pernah konsultasi dengan PLTP Ulumbu, ketemu saja tidak pernah. Itu tidak etis, tanpa ada komunikasi dengan mereka," ujarnya kepada wartawan Kamis (10/11/2022).

Menurut dia, apabila ada komunikasi perorangan dari Unika Ruteng dengan PLTP Ulumbu, tetapi hal itu bukan atas nama lembaga. Sebab sejauh ini tidak ada surat resmi dari Rektor Unika Ruteng. "Mereka hanya mencatut nama, itu tidak etis. Kalaupun ada diskusi itu juga bukan berarti mendukung," tegas dia.

Menurut Prof Yohanes, perluasan PLTP Ulumbu tidak perlu dilakukan dengan terburu-buru. Bahkan perlu dipikirkan ulang. Penting juga dilakukan evaluasi terkait PLTP Ulumbu yang sudah beroperasi selama ini. Pembangunan ini harus untuk kepentingan bersama.

"Omong tentang Ulumbu ini harus ada evaluasi dulu yah, terkait PLTP Ulumbu yang sudah beroperasi selama ini. Siapa yang diuntungkan dalam proyek itu? Apakah masyarakat juga diuntungkan? Kalau tidak, menurut saya, perlu dipikir ulang untuk perluasan. Kalau tidak ada dampak positif maka tidaklah arti itu pembangunan. Apalagi kalau berpotensi merugikan," beber dia.

Lebih lanjut ia jelaskan bahwa, pihaknya membutuhkan penjelasan ilmiah terkait dampak, baik positif maupun negatif dari proyek perluasan PLTP Ulumbu tersebut. "Kita perlu mendapat penjelasan ilmiah apa potensi dampak lingkungan, sosial dan ekonomi. Kita belum pernah bicara hal-hal penting seperti itu," imbuh dia.

Menurut Prof Yohanes, sejauh ini PLTP Ulumbu belum memberikan dampak positif yang signifikan untuk masyarakat sekitar. Kalau pun ada dampak, masyarakatnya itu-itu saja kehidupan ekonominya. Tidak membuat mereka memiliki mata pencaharian lebih baik atau lebih modern. Belum signifikan. "Mungkin ada dampak, tapi tidak kelihatan" pungkasnya. 

Terkait pencatatan nama Rektor Unika dalam Booklet perluasan PLTP Ulumbu, Prof. Yohanes meminta agar pihak PLN menyampaikan permohonan maaf. "Kalau bisa mereka minta maaf, saya tidak tahu apakah mereka secara sengaja atau tidak sengaja. Mereka minta maaf dan itu mereka publikasikan," pungkas dia.

Diberitakan sebelumnya bahwa, Direktur Eksekutif OFM, Pastor Fridus Derong dengan tegas menyatakan tidak pernah melakukan konsultasi terkait proyek perluasan PLTP Ulumbu yang terletak di Satar Mese itu.

Pihaknya hanya diundang untuk mengikuti sosialisasi, bukan konsultasi. Ia mengaku, bahwa lembaganya pernah diundang untuk mengikuti sosialisasi yang diinisiasi oleh pihak PLN. 

Saat sosialisasi juga, JPIC OFM kata dia menyatakan sikap untuk menolak rencana perluasan PLTP Ulumbu. "Tidak benar itu, tidak ada konsultasi dengan kami. Beda sosialisasi dengan konsultasi. Untuk konsultasi, tidak ada. Itu kebohongan mereka," ujarnya kepada wartawan Selasa (8/11/2022).

Ia menegaskan, JPIC OFM selalu ada bersama masyarakat di Poco Leok dalam hal pengembangan Geotermal itu. "Kami sudah ke sana, ketemu dengan warga, tua adat. Sikap JPIC OFM di sana berpihak kepada masyarakat, yang di satu sisi sudah menjadi korban terutama mereka yang sudah di Wewo dan juga calon masyarakat yang menjadi korban," tegas dia.

Alasan penolakan kata Pastor Fridus, karena hasil advokasi JPIC OFM, banyak janji PLN kepada masyarakat sekitar PLTP Ulumbu yang tidak dipenuhi. "Terkait dengan janji-janji yang mereka disampaikan perusahan, baik janji penerangan, lapangan pekerjaan, janji listrik cuma-cuma. Di satu sisi kita melihat itu sebenarnya alibi dari perusahan untuk membohongi masyarakat," ujarnya. 

Hal tersebut sudah jelas ada buktinya terhadap masyarakat di kampung Damu. Bahkan orang yang bekerja di sana juga tidak ada warga kampung Damu. Selain itu, dari informasi yang diperoleh JPIC kata dia, di Damu masih ada 40 kepala keluarga (KK) yang belum dialiri listrik.

"Lalu ada yang punya listrik, itu pun mereka beli, bukan dihadiahkan oleh PLTP Ulumbu," beber dia.

Di samping itu, lanjut dia, kehadiran PLTP Ulumbu juga dinilai akan memicu konflik di tengah masyarakat. Sebab sudah ada pro dan kontra. Sebelum hadirnya perluasan PLTP Ulumbu, kondisi di tengah masyarakat baik-baik saja. 

Pastor Fridus juga menyoroti terkait lingkungan hidup. Ruang hidup masyarakat, tanah milik warga, berpotensi memicu bencana alam ke depan. Bahkan berpotensi terjadi pencemaran lingkungan sekitar.

Ia menambahkan, selama ini cara pandang  masih seputar antroposentris, artinya demi manusia saja. Tidak pernah memikirkan alam itu sendiri yang selalu menopang kehidupan manusia. 

"Kalau pun suatu saat warga Poco Leok terima semua, JPIC tetap berjuang karena di sana ada pohon, tanaman, udara dan lain-lain. Kita juga harus membuka mata dengan kehancuran akibat kehadiran Geotermal itu yah. Yang paling dekat itu di Mataloko, atau di Damu itu, seng rumah yang cepat karat," tutupnya.

Sementara itu, Direktur JPIC Keuskupan Ruteng, Romo Marthen Jenarut mengaku, pihaknya hanya diajak untuk menggelar diskusi bukan konsultasi terkait Perluasan PLTP Ulumbu.

"PLTP Ulumbu bukan melakukan konsultasi tapi mengajak kami untuk diskusi," kata Advokat Peradi itu kepada wartawan Selasa (8/11/2022).

Dalam diskusi dengan PLN, pihaknya sudah menegaskan bahwa kegiatan eksplorasi Geotermal harus tetap menjaga kondisi lingkungan hidup yang ada serta memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar masyarakat seperti hak untuk menikmati ruang hidup yang nyaman dan bersih.

"Gereja Keuskupan Ruteng sangat mendukung 3 pilar sustainable development, yakni pertumbuhan ekonomi, kelestarian ekologi dan keadilan sosial," ujarnya.

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut