Labuan Bajo, iNewsFlores.id- Sidang kasus dugaan pemalsuan surat oleh Bonavantura Abunawan masih bergulir di Pengadilan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam sidang lanjutan pada Kamis 16 Maret 2023 kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kehadiran 3 (tiga) saksi yang dimana salah seorang saksi yang dihadirkan itu adalah mantan Penasehat Hukum atau pengacara dari Terdakwa Bonavantura Abunawan.
Jaksa Penuntut Umum Vendy Trilaksono menjelaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan mantan Penasehat Hukum terdakwa Bonavantura Abunawan karena dalam sidang dugaan pemalsuan surat tersebut masih ada kaitannya dengan saksi itu.
"Untuk sidang kemarin kita hadirkan 3 (tiga) orang saksi yang dimana salah satu dari saksi yang kita hadirkan adalah mantan Penasehat Hukum (PH) dari terdakwa," ungkap Vendy saat ditemui iNewsFlores.id, Jumat (17/3/2023).
"Kenapa mantan PH dari terdakwa kita hadirkan karena surat yang di duga palsu atau dipalsukan tersebut telah dijadikan sebagai alat bukti surat dalam perkara perdata yang di dampingi oleh PH tersebut. Sehingga masih ada kaitannya dengan saksi yang kita hadirkan itu," lanjut Vendy.
Vendy mengatakan dalam perkara dugaan pemalsuan surat ini masih dalam tahap proses persidangan, dan yang menentukan palsu atau tidak surat tersebut itu adalah kewenangan Majelis Hakim.
"Perkara ini masih berlangsung di Pengadilan Labuan Bajo, dan yang menentukan palsu atau tidaknya surat itu nanti adalah kewenangan Majelis Hakim," katanya.
Sementara, Tua Adat Terlaing Hendrikus Jempo mengatatakan kalau kasus ini tidak bisa diselesaikan maka akan terjadi masalah besar antara pemangku adat di Boleng ini.
Ia juga menyebutkan dampak dari masalah ini, masyarakat adat yang ada dikampung Terlaing dan juga kampung sekitarnya mulai cemas dan menimbulkan kerugian, entah itu secara langsung maupun tak langsung.
"Dampak dari masalah ini, tentunya sangat merugikan bagi masyarakat kampung Terlaing dan juga kampung sekitarnya. Dan kerugian secara langsung yaitu, lahan warga yang sudah bertahun-tahun sudah digarap dan saat ini juga sudah merasa cemas, kemudian tentang batas lahan garapan masyarakat, misalnya kampung Rareng pasti kena dampak juga, sementara dampak tidak lansungnya itu adalah kuburan nenek moyang kami yang sudah berpuluhan tahun, apakah kami haru pindah? Nah inilah yang saya sebutkan pasti akan terjadi masalah yang besar jika kasus ini tidak diselesaikan secara baik," ungkap Hendrikus saat Ditemui iNewsFlores berapa waktu lalu.
Dengan terungkap kembalinya kasus ini, Hendrikus menyampaikan para tua adat yang melakukan tandatanagan dalam dokumen Wa'u Pitu Gendang Pitu merasa terima kasih, karena mereka tidak pernah tahu tujuan dari dokumen tersebut.
"Dan para tua adat yang bertandatangan dalam surat itu juga menyampaikan terima kasih kepada kami, karena awalnya mereka tidak tahu tujuan dari surat ini karena yang mereka tahu adalah pembicaraan tentang mekar desa. Dan perlu diketahui juga, para tua adat yang tercantum dalam surat tersebut hanya melakukan tandatangan dan bukan mereka yang membuat itu surat," ungkapnya.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait