Semana Santa di Larantuka, Pekan Suci yang Membasuh Jiwa

Marten Liwu
Prosesi laut Semana Santa 2025/Foto: iNewsFlores.id/Marten Liwu

Flores Timur, iNewsFlores.id- Minggu, 20 April 2025, umat Kristiani kembali merayakan Paskahz hari kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Namun, di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, perayaan ini lebih dari sekadar misa dan kidung pujian. Ia menjelma dalam ritus yang menembus waktu dan sejarah. Namanya: Semana Santa. Tradisi yang berakar dari jejak pelaut Portugis itu kini tetap hidup, menjelma menjadi ritual iman paling khusyuk di Nusantara.

Semana Santa: Warisan Iman Katolik

Semana Santa dari bahasa Portugis semana (pekan) dan santa (suci) adalah ritual yang tak dapat dilepaskan dari sejarah panjang kolonialisme dan penyebaran agama di Nusantara. Menurut catatan sejarah dan penuturan warga, tradisi ini bermula pada abad ke-16, ketika pelaut Portugis menjangkau Pulau Solor dan Timor dalam ekspedisi dagang rempah-rempah.

Bersamaan dengan pelayaran itu, para misionaris pun mendarat, membawa salib dan kitab suci.

Namun titik tolak Semana Santa justru lahir dari sebuah legenda lokal: kisah penemuan Patung Tuan Ma (Santa Maria) yang terdampar di Pantai Larantuka sekitar tahun 1510. Patung itu disimpan di rumah pemujaan suku lokal, diberi sesaji, dan disakralkan hingga kemudian diidentifikasi oleh para misionaris sebagai Bunda Maria. Sejak itulah, Patung Tuan Ma menjadi pusat devosi Semana Santa, simbol kasih keibuan yang tak pernah luntur dalam ingatan umat.

Pekan yang Memekakkan Diam: Rangkaian Prosesi Iman

Semana Santa bukan sekadar perayaan liturgis. Ia adalah peziarahan batin dan ragawi yang membentang selama sepekan. Dimulai dari Minggu Palma, saat umat mengarak daun palma mengelilingi gereja untuk mengenang Yesus memasuki Yerusalem, hingga puncaknya di Minggu Halleluya, hari kebangkitan yang disambut dengan sorak gembira.

Di tengah pekan itu, prosesi-prosesi suci digelar dalam keheningan dan air mata. Pada Rabu Trewa, misalnya, malam Larantuka mendadak bergemuruh oleh denting seng dan tabuhan anak-anak yang menirukan kekacauan saat Yesus ditangkap. 

Pada Kamis Putih, Patung Tuan Ma dimandikan secara sakral oleh lima suku besar. Upacara ini digelar tertutup, menyiratkan misteri dan penghormatan tinggi.

Namun salah satu prosesi paling dramatis dan menyedot ribuan peziarah adalah Tuan Meninu, prosesi laut yang dilangsungkan pada Jumat Agung

Dalam ritual ini, patung Yesus kecil (Tuan Meninu) diarak dari Kapela Tuan Meninu di Rowido menuju Pantai Kuce, menggunakan perahu tradisional tanpa mesin (berok) yang digerakkan oleh lima pengayuh khusus. Mereka disebut permesa, orang-orang yang menjalankan tugas tertentu. 

Prosesi ini berlangsung dalam diam, para peziarah berpakaian hitam, menggenggam rosario, dan memanjatkan doa dalam irama kesedihan.

Jumat Agung di Larantuka adalah puncak duka, ketika Patung Tuan Ma dan Tuan Ana diarak menyusuri kota menuju Gereja Katedral Reinha Rosari. Arak-arakan sunyi, namun penuh makna. Sebuah kematian yang dirayakan dengan harapan akan kehidupan baru.

Bukan Sekadar Tradisi, Tapi Sakramentum Budaya

Semana Santa tak hanya milik umat Katolik Larantuka. Ia telah menjadi magnet spiritual bagi peziarah dari seluruh pelosok negeri, bahkan dari mancanegara. Tahun ini, ribuan peziarah memadati kota kecil itu. Hotel-hotel penuh, rumah-rumah warga dijadikan tempat inap, dan jalan-jalan disesaki umat yang mencari makna dalam kesunyian.

Di tengah arus modernisasi dan gerusan budaya global, Semana Santa bertahan sebagai identitas religius sekaligus kebudayaan. Tak ada panggung megah, tak ada tontonan. Yang ada hanya umat dan Tuhan, bertemu dalam diam, dalam luka, dan dalam harapan kebangkitan.

Semana Santa adalah pelajaran tentang kesetiaan. Tentang bagaimana sebuah komunitas kecil menjaga api iman selama berabad-abad, melewati kolonialisme, perang, kemiskinan, dan globalisasi. Ia adalah sakramentum budaya yang menunjukkan bahwa iman tak hanya hidup di altar, tapi juga di jalanan, di dermaga, di perahu nelayan, di peluh umat yang berlutut dalam debu.

Semana Santa dan Resonansi Kebangkitan

Ketika lonceng Minggu Paskah berdentang di Larantuka, tidak hanya menyambut kebangkitan Yesus, tetapi juga membangunkan kesadaran bahwa kebangkitan sejati adalah ketika iman dijalani, bukan sekadar diyakini. 

Di kota kecil ini, Semana Santa adalah liturgi yang berjalan, doa yang terapung, dan sejarah yang terus ditulis ulang dengan air mata dan cinta.

Dan seperti gema doa yang tak pernah usai, Semana Santa mengajarkan satu hal yang abadi: bahwa dalam diam dan luka, manusia dapat menemukan harapan. Dan dalam iman yang diwariskan, kebangkitan akan selalu ada.

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network