get app
inews
Aa Text
Read Next : Akses Pendidikan Darurat: Siswa SMPN 02 Ulas Welak Menantang Sungai Tanpa Jembatan

Meniti Harapan di Atas Bambu Rapuh: Anak-anak Kampung Jengok Pertaruhkan Nyawa Demi Sekolah

Rabu, 15 Oktober 2025 | 15:32 WIB
header img
Bukan Petualangan, tapi perjuangan anak-anak Kampung Jengok bertaruh nyawa di atas jembatan bambu. Foto: iNewsFlores.id/Ist

Labuan Bajo, iNewsFlores.id – Senyum polos anak-anak berseragam merah-putih dari Kampung Jengok, Desa Wae Jare, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, tampak begitu tulus. Namun di balik tawa itu, tersimpan perjuangan berat yang seharusnya tak mereka pikul di usia belia.

Setiap pagi, mereka harus meniti jembatan bambu rapuh di atas Sungai Wae Jari — lintasan yang licin dan bergoyang di antara derasnya arus sungai. Bukan sekadar jalan menuju sekolah, jembatan ini adalah “jalur hidup dan harapan” yang setiap langkahnya bisa berujung maut.

Ironisnya, kisah getir ini terjadi hanya beberapa kilometer dari Labuan Bajo, kota wisata berkelas dunia yang dipenuhi hotel megah dan gemerlap lampu destinasi super prioritas (DPSP). Di balik kemewahan itu, Kampung Jengok justru masih terkungkung dalam ketimpangan infrastruktur akut: tanpa jembatan permanen, tanpa listrik, dan sulit mengakses air bersih.

“Setiap hari kami hanya bisa berdoa agar anak-anak selamat sampai sekolah. Saat hujan turun, jembatan sangat licin dan berbahaya,” ungkap Donatus Semidun (58), tokoh adat setempat, dengan nada getir.

Jembatan darurat yang menjadi satu-satunya akses warga ini dibangun secara swadaya dan gotong royong, tanpa bantuan pemerintah. Meski sederhana, bagi warga Jengok, struktur bambu itu adalah simbol perjuangan dan harapan agar anak-anak mereka tak terputus dari dunia pendidikan.

Namun perjuangan mereka tak berhenti di situ. Malam hari, kampung ini tenggelam dalam kegelapan karena belum tersentuh listrik. Anak-anak belajar dengan penerangan seadanya, sementara air bersih masih menjadi kemewahan langka. Jalan desa yang berlumpur saat hujan dan berbatu di musim kemarau membuat hasil panen sulit dipasarkan, memaksa warga hidup dalam isolasi berkepanjangan.

Kondisi memilukan ini menjadi tamparan keras bagi narasi pembangunan yang sering hanya berfokus di pusat kota. Warga Jengok tak menuntut kemewahan, mereka hanya ingin hak dasar sebagai warga negara: jembatan aman, jalan layak, penerangan listrik, dan air bersih.

Sudah saatnya, anggaran besar pembangunan Labuan Bajo juga mengalir ke pelosok desa seperti Kampung Jengok. Anak-anak di sana pantas mendapat masa depan yang terang tanpa harus mempertaruhkan nyawa di atas sebatang bambu setiap hari.

Panggilan ini ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan semua pemangku kebijakan:

"Segera bangun jembatan permanen, bawa listrik dan air bersih ke Kampung Jengok. Jangan biarkan harapan anak-anak ini tenggelam bersama derasnya Sungai Wae Jari."

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut