Ruteng, iNewsFlores.id - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unika St. Paulus Ruteng menggelar aksi solidaritas penggalangan dana untuk mewujudkan mimpi Anok, seorang bocah lumpuh asal Manggarai Timur yang bermimpi untuk bersekolah.
Sejumlah lokasi strategis di kota Ruteng dipilih menjadi titik aksi penggalangan dana, di antaranya, Pasar Inpres Ruteng, Terminal Carep, Pertokoan, lampu merah Taman Kota Ruteng dan lokasi Pertamina Mbaumuku, Carep serta Mena.
Ketua BEM Unika St. Paulus Ruteng, Clara Astuti Jaya menyatakan, aksi hari ini merupakan bentuk respon positif BEM terhadap pemberitaan media massa yang mengisahkan seorang anak lumpuh yang akrab disapa Anok, asal Manggarai Timur. Anok, kini berharap bisa sembuh bahkan dirinya bermimpi untuk bisa mengakses pendidikan seperti anak-anak lainnya.
"Kami sempat membaca berita tentang adik Anok yang lumpuh sejak usia 2 tahun. Yang menarik adalah sebelumnya adik Anok ini tidak pernah menempuh pendidikan, namun ia bisa membaca dan menulis," kata Astuti kepada wartawan di Ruteng Sabtu (10/12).
Menurut Astuti, meski Anok memiliki keterbatasan, namun ia memiliki kemampuan yang sama seperti anak-anak yang sudah duduk di bangku sekolah. Keinginan adik Anok untuk bersekolah membangkitkan rasa peduli mahasiswa untuk membantu Anok mewujudkan mimpinya dengan melakukan aksi penggalangan dana.
Astuti menjelaskan, aksi solidaritas ini bertujuan membantu Anok untuk mewujudkan mimpinya agar bisa sekolah. "Aksi donasi ini dibuat untuk membantu adik Ano melakukan pengobatan agar bisa mewujudkan mimpinya untuk sekolah seperti anak pada umumnya yang memperoleh pendidikan yang layak," pungkas Astuti.
Astuti menambahkan, hasil aksi solidaritas yang merupakan buah dari kepedulian BEM Unika St. Paulus melalui sumbangan dari masyarakat seputaran kota Ruteng yang peduli terhadap kondisi anak tersebut akan diserahkan langsung kepada Anok secara langsung. Dalam waktu dekat kata dia, pihaknya akan mengunjungi kediaman Anok di Bangka Arus.
"Dana yang akan kami berikan kepada adik Anok dan keluarga tidak hanya bersumber dari aksi penggalangan dana, tetapi juga dari mahasiswa Unika St. Paulus Ruteng yang sementara kami kumpulkan," beber Astuti.
Astuti berharap, dengan donasi yang terkumpul bisa membantu Anok melakukan pengobatan. "Besar harapan kami agar aksi solidaritas yang kami laksanakan pada hari ini dapat sedikit membantu adik Anok dan keluarga untuk bisa melakukan pengobatan yang lebih maksimal agar adik Anok bisa sembuh," kata Astuti.
Astuti mengungkapkan, sebanyak 25 orang yang terlibat dalam aksi solidaritas tersebut di antaranya, BEM Unika, BEM Fakultas, dan juga HMPS dari setiap program studi.
Untuk diketahui, Anok merupakan seorang anak yang difabel yang bisa membaca dan menulis meski tak pernah mengenyam pendidikan formal. Agleriano Gefrilman adalah nama lengkapnya. Ia akrab disapa Anok. Seorang anak berusia 12 tahun warga Desa Bangka Arus, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) menderita lumpuh sejak umur dua tahun.
Anok adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ia lahir pada tahun 2010, dari pasangan Yohanes Anom (48) dan Theresia Nelsi (41). Sang ayah bekerja sebagai petani, demikian juga sang ibu.
Theresia mengisahkan, anaknya dulu lahir secara normal. Namun pada saat umurnya beranjak dua tahun, anaknya jatuh dari tempat tidur. Sejak saat itu hingga kini Anok mengalami kelumpuhan. Sejak 10 tahun silam, Anok tidak bisa beraktivitas apa-apa, tidak sama seperti anak seumuran lainnya.
Ia hanya bisa terbaring di tempat tidur dan di halaman rumah. Bahkan untuk duduk pun Anok tidak bisa, kedua kaki dan tangannya mengecil dan pendek. Tiap hari sang ibu mengurus Anok dengan penuh kasih dan kesabaran. Saat buang air besar sang ibu menyiapkan plastik dan saat buang air kecil, sang ibu menyiapkan botol. Ketika hendak mandi atau membersihkan tubuhnya, sang ibu harus menyiapkan meja.
“Anak saya ini, dulunya normal, lahir secara normal namun semenjak jatuh saat masih dua tahun, akhirnya sampai saat ini dia lumpuh begini. Dia anak ketiga dari 4 bersaudara pak,” ujar Theresia kepada wartawan, Senin (28/11/2022).
Sementara ayah Anok, Yohanes mengaku bahwa ia dan istrinya berniat membawanya ke rumah sakit untuk dirawat. Tetapi semuanya terkendala biaya. “Dulu pas awal-awal sakit, kami bawa anak kami ke Rumah Sakit Cancar, dokter menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit di Surabaya, namun karena terkendala di uang akhirnya kami memutuskan untuk merawat anak kami di rumah saja, karena itu tadi pak untuk beli beras saja susah sehingga kami hanya bisa pasrah pak,” ujar Yohanes.
Yohanes merasa sedih karena anaknya tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Ia kecewa karena banyak petugas datang hanya ambil foto dengan iming-iming akan mendapat bantuan, tetapi kenyataannya nihil. “Seringkali ada orang yang ambil foto anak kami, katanya akan ada bantuan tapi ternyata sampai detik ini tidak ada itu bantuan, saya sedih pak,” keluh Yohanes.
Anok adalah anak yang cerdas. Di balik keterbatasan fisik yang dialaminya, ia ternyata bisa membaca dan menulis. Bahkan Anok bisa menggambar walaupun tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah.
Anok adalah anak yang cerdas. Di balik keterbatasan fisik yang dialaminya, ia ternyata bisa membaca dan menulis. Bahkan Anok bisa menggambar walaupun tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah. Sang ayah merasa bingung dan terharu dengan anaknya yang bisa membaca, menulis dan menggambar.
“Kami bingung kenapa anak kami bisa baca-tulis, dia tidak pernah duduk di bangku sekolah, kami hanya orang kampung pak, tidak pernah mengajarkan dia baca-tulis. Tapi kami kaget dan terharu pas dengar dia baca tulisan di HP dan kami lihat dia tulis namanya juga di buku pak. Bahkan orang sekampung dan juga semua orang yang tahu soal ini juga heran dan kagum pak,” tutur Yohanes dengan air mata berlinang.
Yohanes pun berharap kondisi keluarganya diketahui oleh pemerintah, sehingga anaknya bisa mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.
“Kami butuh kepedulian dari pemerintah pak. Semoga kondisi kami di sini bisa tersalurkan melalui media. Tolong kami pak. Kalau bisa, anak saya butuh kursi roda,” pinta Yohanes sambil merekatkan kedua tangannya.
Saat ditanya wartawan soal keinginannya, Anok menjawab bahwa ia ingin sekolah sama seperti teman-teman seumurannya.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait