Ruteng, iNewsFlores.id - Berbagai upaya dilakukan Plan Indonesia untuk mencegah krisis air sebagai dampak terjadinya fenomena perubahan iklim saat ini. Karena itu, salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong penguatan kolaborasi pihak desa, sekolah, dan puskesmas yang ada di Kabupaten Manggarai, NTT.
"Bagaimana teman-teman juga mengambil bagian terhadap situasi perubahan iklim apa yang sebenarnya terjadi, apa dampaknya terhadap air dan sanitasi, infrastruktur, kesetaraan gender, termasuk inklusi sosial," ujar Novika Nurdianti, Project Manager Water for Women Yayasan Plan Indonesia saat melakukan talkshow di RSPD Manggarai baru-baru ini.
Novika mengungkapkan, menurunnya debit air akibat dampak perubahan iklim memerlukan intervensi khusus di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi. Selama ini, sambungnya, Plan Indonesia mendorong penguatan sistem terkait isu air maupun sanitasi melalui kebijakan, pembentukan forum Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT), serta meningkatkan kapasitas dan kolaborasi para pihak yang bergerak di isu air.
"Krisis air ini butuh intervensi banyak pihak dan butuh kolaborasi banyak pihak. Aktornya adalah rekan-rekan yang ada di Manggarai. Jadi kami mencoba menggandeng semua pihak yang ada di Manggarai untuk mendiskusikan situasi yang saat ini ada," imbuhnya.
Sementara Kepala Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT KPH) Kabupaten Manggarai Samuel Yendri Lada, Rabu (12/6/2024) mengakui isu menurunnya debit air di berbagai sumber mata air sangat menonjol, sebab telah menyentuh pada kehidupan rumah tangga.
Samuel mengatakan, fenomena itu sesuatu yang jarang terjadi karena berdasarkan data meteorologi, Manggarai merupakan salah satu daerah kerajaan air. "Manggarai dengan kerajaan air tetapi terus terjadi kekurangan air maka ada sesuatu yang tidak berjalan sesuai fungsinya," kata Samuel.
Menurutnya, isu krisis air yang sedang hangat dibicarakan merupakan dampak lanjutan dari perubahan iklim. Sebab itu, kata dia, kehadirannya sebagai salah satu pihak yang tergabung dalam forum PSDAT bertujuan untuk mengkaji masalah lingkungan secara cermat dan diikuti aksi-aksi nyata di lapangan.
Kondisi hutan saat ini, imbuh dia, memang mengalami penurunan fungsi karena meningkatnya kebutuhan masyarakat akan lahan dan kebutuhan sejenisnya. Sehingga, lanjut dia, sangat berdampak langsung terhadap sumber-sumber mata air yang mengalami pengurangan debit sekitar 5% saat ini dari total yang terdaftar 1200 liter air.
"Dan tantangan terbesar misi kami kali ini adalah sekitar 30% sumber mata air yang esensial sekali itu berada di luar kawasan hutan," beber Samuel.
Senada dengan Samuel, Direktur PDAM Tirta Komodo Ruteng Marselinus Sudirman menyampaikan, terjadinya fenomena penurunan debit air disebabkan oleh faktor alam seperti perubahan iklim. Buktinya, ujar dia, pada tahun 2023 saat terjadi El Nino, pihaknya menguji dan mengecek sumber-sumber mata air yang dikelola oleh PDAM dan semuanya mengalami penurunan debit sampai dengan 26%.
"Jadi kalau disubstitusi 26% itu kurang lebih untuk melayani 17.000 sampai 18.000 jiwa manusia yang mengalami gangguan pelayanan akibat dampak perubahan iklim yang tidak bisa kita ubah," katanya.
Marsel membeberkan, Kabupaten Manggarai kehilangan debit air tahun 2021 sebesar 21%, tahun 2022 mengalami kenaikan 24%, dan tahun 2023 di angka 22%. Menurutnya, kehilangan air di Kabupaten Manggarai juga dipengaruhi oleh faktor kebocoran karena jaringan perpipaan yang usianya sudah 40-an tahun.
"Kita tidak bisa mendeteksi air yang meresapnya ke bawah tanah karena tidak punya alat untuk mendeteksi kebocoran.
Itu adalah faktor-faktor yang menyebabkan kehilangan air kita itu cukup tinggi. Saat ini secara nasional 31% terjadi kehilangan air. Salah satu yang dapat kita lakukan untuk mengatasi masalah ini adalah reboisasi hutan", Pungkas Marsel.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait