Kupang, iNewsFlores.id – Sorotan tajam publik kembali mengarah pada proses hukum terhadap mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS), yang kini menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kupang. Namun, bukan hanya perkara berat yang menjeratnya yang menjadi perhatian, melainkan dugaan perlakuan istimewa terhadap Fajar selama dalam tahanan.
Fajar yang didakwa dalam kasus perdagangan orang (TPPO), kekerasan seksual terhadap anak, dan penyalahgunaan narkotika, menjalani sidang eksepsi di PN Kupang pada Senin (7/7/2025), dengan pengamanan ketat. Di balik tembok persidangan, desakan keadilan digaungkan keras oleh massa dari kelompok Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (SAKSHINOR).
Namun yang paling mengundang amarah publik adalah dugaan bahwa Fajar mendapatkan sejumlah fasilitas non-standar selama ditahan di Rutan Kelas IIB Kupang, seperti kamar mandi pribadi dan perlakuan khusus atas nama “keamanan.”
“Ini bentuk nyata ketidaksetaraan dalam sistem hukum kita,” tegas Ridho, koordinator aksi unjuk rasa. “Ketika rakyat kecil disesaki dalam sel, ada pejabat yang justru dimanja oleh sistem.”
SAKSHINOR menyatakan, jika benar alasan keamanan dijadikan pembenaran, maka yang harus dibenahi adalah sistem keamanannya — bukan memberi keistimewaan pada tersangka kasus berat. Mereka menyebut praktik ini sebagai bentuk diskriminasi hukum.
Selain itu, mereka menyoroti bahwa Fajar belum dikenai dakwaan tambahan meski dinyatakan positif narkoba saat ditangkap. “Jangan pisahkan kejahatan yang saling berkaitan. Ini bukan kasus kecil,” tegas Ridho.
Desakan lain yang dilayangkan adalah perlindungan terhadap korban — sebagian di antaranya adalah anak-anak yang rentan dan traumatis. SAKSHINOR meminta negara hadir dalam proses pemulihan, bukan hanya menjatuhkan vonis.
Pengadilan dinilai memikul tanggung jawab moral untuk menghadirkan keadilan yang menyeluruh, bukan hanya formal. Mereka juga mendesak media agar tetap menjaga kerahasiaan identitas korban demi melindungi martabat mereka.
Dengan kasus ini, publik diingatkan kembali bahwa keadilan tidak boleh bersyarat status sosial atau jabatan. Apa pun latar belakang pelaku, hukum harus berpihak kepada kebenaran dan korban.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait