Pasaman, iNewsFlores.id – Di tengah gemuruh arus Sungai Batang Pasaman, Sumatea Barar yang tengah meluap, sebuah kisah pengabdian luar biasa lahir dari sosok sederhana bernama Bidan Dona Lubis. Bukan hanya tenaga kesehatan biasa, ia adalah pahlawan sunyi yang tanpa ragu mempertaruhkan nyawa demi menolong satu pasien di Jorong Sinuangon, Nagari Cubadak Barat, Kabupaten Pasaman.
Saat jembatan penghubung putus akibat banjir, akses menuju desa di seberang sungai itu lumpuh total. Namun hal itu tak menghalangi niat Bidan Dona. Dengan tas peralatan medis terpanggul di punggung, ia menuruni tebing curam, lalu berenang menyeberangi sungai selebar 18 meter, menantang derasnya arus yang bisa menyeret tubuh siapa saja.
“Saya tidak bisa menunggu. Pasien ini sudah sepuluh hari minum obat TBC, tapi kondisinya memburuk. Dia butuh saya,” ucap Dona, matanya berkaca-kaca mengingat perjalanannya.
Setelah berhasil menyeberang, perjuangan belum selesai. Dona masih harus menempuh medan berat sejauh 27 kilometer dengan ojek motor, melewati jalan berlumpur dan licin menuju rumah pasien.
Bagi Dona, ini bukan soal tugas, tapi panggilan hati. “Apapun risikonya, saya harus memastikan pasien mendapat layanan terbaik. Saya tidak bisa membiarkan dia berjuang sendiri.”
Aksi heroik Dona direkam oleh warga dan viral di media sosial. Dalam video itu, tampak Dona menembus sungai dengan penuh tekad. Warganet ramai-ramai memberikan pujian dan doa, menyebutnya “bidan luar biasa” dan “malaikat tanpa sayap dari pelosok negeri”.
Kepala Puskesmas Cubadak, dr. Gusti Amrita, turut angkat bicara. Ia mengaku bangga dan terharu atas dedikasi bawahannya. “Apa yang dilakukan Dona adalah wujud nyata pelayanan yang humanis. Di tengah keterbatasan, dia menunjukkan bahwa hati dan keberanian adalah kekuatan terbesar kami.”
Putusnya jembatan Batang Pasaman memang menjadi masalah besar. Tak hanya menyulitkan petugas kesehatan, warga pun harus mempertaruhkan nyawa setiap kali ingin menyeberang.
Kisah Bidan Dona menyadarkan kita bahwa di sudut-sudut sunyi negeri ini, masih banyak pejuang kemanusiaan yang bekerja tanpa sorotan lampu kamera, hanya berbekal cinta pada sesama dan tekad untuk tak meninggalkan siapa pun di belakang.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait