Uang Rakyat Tak Terserap, DPRD Bongkar Borok SiLPA Rp200 Miliar Lebih di Flores Timur
Flotim, iNewsFlores.id – Membengkaknya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Pemerintah Kabupaten Flores Timur kembali membuka borok lama pengelolaan keuangan daerah. Alih-alih mencerminkan efisiensi, tingginya dana yang mengendap justru dinilai sebagai bukti kegagalan perencanaan dan lemahnya eksekusi program pembangunan.
Anggota DPRD Kabupaten Flores Timur, Yakobus Mikael Krizik Basa Lewar, menegaskan bahwa lonjakan SiLPA dari tahun ke tahun bukan sekadar angka teknis, melainkan alarm keras atas buruknya tata kelola anggaran daerah.
Berdasarkan laporan keuangan daerah, posisi SiLPA per 9 Desember 2025 telah menembus sekitar Rp256 miliar. Meski tahun anggaran belum berakhir, DPRD memperkirakan angka tersebut tidak akan turun signifikan hingga penutupan tahun.
“Dengan sisa waktu yang ada, hampir pasti SiLPA Flores Timur tetap di kisaran Rp200 miliar lebih. Ini bukan prestasi, tapi kegagalan,” tegas Yakobus yang akrab disapa Yar.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Flores Timur itu menjelaskan, secara normatif SiLPA merupakan sisa kas pemerintah akibat selisih antara pendapatan dan belanja. Namun dalam konteks Flores Timur, besarnya SiLPA justru menjadi indikator rendahnya kualitas belanja dan minimnya daya serap anggaran.
Menurut Yar, banyak program yang hanya “indah di atas kertas”, namun tidak disertai kesiapan teknis dan administrasi untuk dieksekusi. Akibatnya, anggaran mengendap, sementara kebutuhan masyarakat tak terjawab.
“Program dipaksakan masuk dalam dokumen perencanaan, tetapi gagal direalisasikan. Ini menunjukkan pemerintah daerah tidak serius dan tidak cakap mengelola keuangan publik,” ujar politisi Partai Perindo itu.
Ia juga menyoroti lonjakan drastis SiLPA tahun anggaran 2025 yang mencapai sekitar Rp265 miliar, melonjak tajam dibandingkan tahun 2024 yang berada di kisaran Rp68 miliar. Kenaikan hampir empat kali lipat tersebut dinilai memperkuat dugaan adanya persoalan struktural dalam proses perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaan APBD.
Ironisnya, kondisi itu terjadi di tengah masih terbatasnya infrastruktur dasar dan layanan publik di Flores Timur. Berbagai kebutuhan mendesak masyarakat—mulai dari jalan, air bersih, hingga layanan sosial—justru terhambat karena anggaran tidak terserap.
“Rakyat masih kekurangan layanan dasar, tetapi uangnya mengendap di kas daerah. Ini paradoks pembangunan yang tidak bisa terus dibiarkan,” tegas Yar.
Atas kondisi tersebut, Komisi III DPRD Flores Timur mendesak pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh dan serius terhadap seluruh siklus pengelolaan anggaran. DPRD menegaskan, APBD tidak boleh hanya menjadi dokumen administratif, tetapi harus menjadi instrumen nyata untuk menjawab kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Flores Timur.
Editor : Yoseph Mario Antognoni