Haji Ramang; Ada Agenda Lain dari Kelompok Tertentu untuk Lemahkan Peran Fungsionaris Adat Nggorang

Siprianus Robi
Haji Ramang Ishaka Fungsionaris adat Nggorang. Foto: iNewsFlores.id/ Ist

Labuan Bajo,iNewsFlores.id- Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang Ishaka menanggapi pemberitaan dua (2) media lokal di Labuan Bajo yang menuding dirinya sebagai perampas tanah milik orang lain dan dicap sebagai biang kerok dalam sejumlah kasus tanah. 

Dalam rilis media yang diterima iNewsFlores.id Haji Ramang Ishaka menilai pemberitaan terkait dirinya yang diduga merampas dan caplok tanah warga adalah fitnah dan menyesatkan. Diduga ini ada agenda lain dari kelompok tertentu untuk melemahkan peran fungsionaris adat.

Menurut Haji Ramang Ishaka pemberitaan tersebut tidak benar, menyesatkan dan fitnah serta telah merusak nama baik pribadinya serta keberadaan Fungsionaris Adat Nggorang.

Menanggapi status lahan tersebut, Ramang Ishaka menjelaskan bahwa lahan tersebut sesungguhnya adalah lahan milik ayahnya, Alm. Haji Ishaka yang kemudian diberikan kepada Ramang Ishaka dan kemudian di tahun 2022 beralih kepemilikan kepada Ricky Handika Tan atau Cuncun.

"Terkait lahan yang dipublikasikan di media di Labuan Bajo perlu saya sampaikan bahwa lahan itu sebenarnya adalah lahan dari Bapak Haji Ishaka yang diterima pada tahun 1993 bersama masyarakat lainnya. Saat itu, dia juga sebagai masyarakat biasa di Labuan Bajo, mempunyai hak juga mendapatkan pembagian tanah disana," ujar Ramang Ishaka.

Ramang Ishaka menjelaskan bahwa tanah tersebut berada di Wae Cicu bagian timur dari jalan Labuan Bajo menuju Batu Gosok. Sama seperti masyarakat lainnya,  saat itu, Haji Ishaka menerima bagian tanah dengan luas 25x70 meter.

"Disamping itu yang berbatasan dengan lahan bapak Haji Ishaka ini adalah bapak Stef Bahan, dia juga mendapat lahan disitu yang berdampingan langsung dengan lahan bapa Haji Ishaka, nah lahan ini diserahkan kepada saya sebagai anak kandung dari beliau," ungkapnya.

Sementara, Stefan Bahan yang dikonfirmasi media ini pada Kamis (23/01), menyebutkan bahwa memang benar tanah milik Alm. Haji Ishaka yang sudah diwariskan ke anaknya, Ramang Ishaka dan berbatasan dengan tanah miliknya.

"Saya terima tanah itu dari Fungsionaris Adat Nggorang pada tahun 1993 dan tanah itu bagian sebelah utara berbatasan dengan tanah bapak Haji Ishaka," ungkapnya.

Ramang Ishaka juga menyayangkan publikasi pemberitaan-pemberitaan tersebut tidak melakukan proses konfirmasi kepadanya sesuai dengan asas pemberitaan yang berimbang atau cover both side.

"Saya menyayangkan sekali pemberitaan itu tanpa juga meminta konfirmasi dari saya. Permintaan wawancara dilakukan setelah berita itu terbit. Itu kan tidak berimbang. Disitu saya disebut merampas tanah orang lain dan disebut selalu berperan sebagai biang kerok sejumlah kasus tanah di Labuan Bajo. Itu tidak benar, menyesatkan dan fitnah. " ujar Haji Ramang.

Sebelumnya, nama Ramang Ishaka disebutkan oleh media infolabuanbajo.id sebagai penyerobot lahan milik seseorang bernama Sugi Tjahjana Tjiaman yang dikatakan telah bersertifikat (SHM). 

Dalam pemberitaan dengan judul "Lagi - lagi Haji Ramang Diduga Rampas Lahan Bersertifikat di Labuan Bajo lalu dijual ke Pihak Lain", Media infolabuanbajo.id menyebut Ramang Ishaka bersama dengan salah seorang bernama Cuncun telah melakukan penyerobotan lahan milik Sugi Tjahjana Tjiaman yang berlokasi di Wae Cicu, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Sementara dalam berita infotimur.id, aksi penyerobotan yang dilakukan Rikitan alias Cuncun diboncengi oleh Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang Ishaka.

Ramang juga menilai dampak dari pemberitaan - pemberitaan tersebut selain telah merugikan nama baiknya secara pribadi, pemberitaan yang tidak mengedepankan asas keberimbangan ini diduga sengaja dibuat untuk membangun narasi sesat untuk merendahkan martabatnya, dan melemahkan peran fungsionaris adat.

Ramang juga menyebut pemberitaan di media yang menyudutkan dirinya sebagai fungsionaris adat maupun secara pribadi yang disebut merampas hak hak orang lain merupakan tuduhan yang serius dan sangat kejam. Beberapa kalimat dalam pemberitaan tersebut juga menurutnya merupakan opini penulis yang tidak didasari atas keterangan narasumber maupun kebenaran.

"Saya menyayangkan sekali pemberitaan itu tanpa juga meminta konfirmasi dari saya. Dalam judul berita juga disebutkan “Lagi – lagi Haji Ramang diduga Rampas Lahan Bersertifikat di Labuan Bajo lalu dijual ke Pihak Lain” Saya memaknai penggunaan kata “lagi-lagi” itu seolah olah saya sering melakukan tindakan yang disebut. Selain itu saya juga disebut memboncengi orang untuk menyerobot lahan orang lain, Itu tidak benar, itu kejam dan keji dan sudah merendahkan martabat saya. Saya duga ini ada agenda lain dari kelompok tertentu untuk melemahkan peran Fungsionaris Adat Nggorang." 

"Selain itu, Permintaan wawancara dilakukan setelah berita itu terbit. Menurut saya pemberitaan tersebut tidaklah berimbang. Disitu saya juga disebut merampas tanah orang lain dan disebut selalu berperan sebagai biang kerok sejumlah kasus tanah di Labuan Bajo. Itu tidak benar, menyesatkan dan fitnah," ujarnya.

Pemberitaan tersebut juga kata Ramang diduga bertujuan melemahkan keberadaan lembaga Fungsionaris Adat Nggorang.

"Disamping itu juga ada narasi yang dibentuk yang seolah - olah dibuat untuk melemahkan kelembagaan fungsionaris adat Nggorang, nah ini yang perlu saya perhatikan, saya tidak setuju dan itu tidak benar dengan apa yang disebutkan oleh media - media yang sudah dibaca oleh khalayak ramai dan saya membantah semua apa yang disampaikan disitu." Tutupnya. 

Atas pemberitaan dari kedua media tersebut, Ramang Ishaka sudah melayangkan surat hak jawab yang kemudian telah diterbitkan oleh media labuanbajoinfo.id dan infotimur.id.

Selain itu, Ramang Ishaka selaku ahli waris mengaku heran jika tanah tersebut telah disertifikatkan oleh orang lain.

"Yang menjadi pertanyaan bagi saya selaku anak kandung yang telah menerima lahan tersebut dari ayah saya, perlu saya pertanyakan siapa yang menjual lahan tersebut kepada pihak lain ini. Darimana mereka mendapatkan alas haknya? Karena sampai dengan saat ini juga kami akui tanah itu masih menjadi bagian daripada hak kami," ungkapnya.

Ramang juga mempertanyakan proses munculnya sertifikat hak milik diatas tanah tersebut. 

"Tetapi ada sertifikat yang muncul pada tahun 2007 atas nama seseorang (Risanto Misrad).  Ini juga perlu kita telusuri apakah benar proses daripada kepemilikan ini dan siapa sebenarnya yang menjual lahan itu kepada pihak tersebut sehingga bisa melakukan permohonan sertifikat  di atas lahan tersebut?" imbuhnya.

Ramang kembali menjelaskan tindak lanjut dari sanggahan tersebut akhirnya membuat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat  menggelar proses mediasi yang dilaksanakan di kantor BPN Mabar pada bulan Juni tahun 2024. Dalam mediasi ini, diketahui pihak yang mengaku sudah memiliki sertifikat  tidak bisa menunjukan alas hak kepemilikan tanah seperti yang diminta oleh BPN Mabar.

"Terkait dengan kasus itu sebenarnya sudah dilakukan mediasi pada bulan Juni tahun 2024, ini merupakan mediasi awal, bukan mediasi yang sudah bersifat gagal. Karena BPN juga pada saat itu menanyakan alas hak daripada masing masing pihak, tetapi dari pihak Sugi Tjahjana Tjiaman yang mengaku sebagai pemilik disitu tidak membawa alas hak pada saat itu dan juga BPN juga merasa perlu untuk melakukan pengecekan lokasi yang dipermasalahkan," ujarnya.

Sementara pihak Sugi Tjahjana Tjiaman melalui kuasanya, Franky Letik saat dikonfirmasi pada Jumat (24/01) membenarkan telah terjadi proses mediasi yang dilakukan BPN Manggarai Barat terkait persoalan ini.

Franky menyebutkan bahwa saat itu dalam proses mediasi, pihak BPN Mabar menanyai alas hak dari lahan yang telah bersertifikat tersebut. Namun Franky menyebutkan bahwa pihaknya tidak memiliki alas hak yang diminta karena telah mempunyai sertifikat hak milik atas lahan tersebut.

Menurut penuturan Franky, lahan ini dibeli pada tahun 2013 dari seseorang bernama Risanto Misrad. Saat dibeli, tanah ini sudah bersertifikat atas nama Risanto Misrad yang diketahui terbit pada tahun 2007.

"Kalau saya kan alas hak itu sertifikat sudah jadi. Kalau mau tanya alas hak itu, saya beli tanah itu tahun 2013 dan sudah bersertifikat, tapi sertifikatnya terbit tahun 2007. 

Kalau menanyakan alas hak itu kan berarti di BPN, saya tidak pernah pegang alas hak itu, logikanya saya begitu, jadi sertifikat ini sudah terbit dasar hukumnya sudah jelas, yang menerbitkan BPN," ujar Franky.

Selain itu, Franky juga menyampaikan bahwa untuk menindaklanjuti mediasi pertama yang tidak menemui titik temu tersebut ia telah bersurat ke BPN Mabar, Lurah Labuan Bajo dan Camat Komodo namun hingga saat ini belum mendapatkan hasil 

"Mediasi itu mengenai letak tanah secara kita lihat di peta itu, tapi saat mediasi belum ada titik temu masih belum jelas tapi kita sudah punya sertifikat-kan. Jadi waktu itu hasil dari mediasi pertama mau turun lapangan untuk mau PS. Dan saya tunggu sampai sekarang belum ada tindak lanjut, saya sudah bersurat ke BPN, lurah dan ke camat juga. Belum ada titik temu." Ucapnya.

Selain itu, Franky juga menyampaikan bahwa klaim kepemilikan lahan tersebut sudah sah karena telah mengantongi sertifikat hak milik yang menurut Franky sertifikat tersebut lahir dari sebuah proses yang sah di BPN Mabar.

"Kalau menurut saya karena kita membeli sudah bersertifikat, asal mulanya ini tanah kan yang pasti prosedur di BPN sudah sesuai, kalau tidak sesuai prosedur pastikan tidak sah, itu logika saya. Dalam pemikiran saya, saya membeli, saya merekon ulang ke BPN untuk mengetahui keabsahannya apakah betul BPN yang mengeluarkan atau tidak ternyata sudah disahkan, artinya sudah distempel sama BPN itu kan berarti sudah sah, berarti betul di tahun 2013 itu. " Ujarnya.

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network