Jakarta, iNewsFlores.id-Dewan Pers menilai kemerdekaan pers masih berada dalam tekanan serius sepanjang 2025. Berbagai bentuk intimidasi, kekerasan fisik, sensor, hingga penghalang-halangan liputan dinilai mengancam keselamatan jurnalis sekaligus melemahkan fungsi pers sebagai pilar demokrasi.
Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat mengatakan, sepanjang tahun ini pihaknya mencatat sejumlah peristiwa yang menunjukkan rapuhnya perlindungan terhadap jurnalis di lapangan. Salah satu yang disoroti ialah penghalang-halangan peliputan bencana di Sumatera, termasuk perampasan dan penghapusan rekaman video milik wartawan Kompas TV saat meliput ketegangan di Aceh pada 11 Desember 2025.
Kasus serupa juga terjadi pada penghapusan konten siaran CNN Indonesia yang menampilkan kondisi warga terdampak bencana. Alasan kekhawatiran penyalahgunaan konten dinilai tidak dapat dibenarkan sebagai dasar pembatasan kerja jurnalistik.
Selain tindakan di lapangan, Dewan Pers mencermati tekanan verbal dari sejumlah pejabat negara. Beberapa di antaranya meminta media tidak menyoroti kekurangan pemerintah dalam penanganan bencana. Pernyataan tersebut disampaikan, antara lain, oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak pada 19 Desember 2025 dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
“Tindakan perampasan alat kerja, penghapusan rekaman, serta tekanan terhadap media merupakan bentuk penghalang-halangan terhadap kerja jurnalistik dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (3),” kata Komaruddin dalam keterangannya, Selasa, 30 Desember 2025.
Catatan Dewan Pers juga memuat berbagai bentuk kekerasan fisik terhadap wartawan. Mulai dari pemukulan wartawan foto LKBN Antara saat meliput demonstrasi di Jakarta, pengeroyokan delapan jurnalis di Banten, hingga teror pengiriman kepala babi dan bangkai tikus yang ditujukan kepada wartawan Tempo.
Tekanan terhadap pers tidak berhenti di situ. Gugatan perdata senilai Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo menjadi perhatian serius Dewan Pers. Menurut lembaga ini, rangkaian intimidasi tersebut berpotensi menimbulkan efek gentar, mendorong swa-sensor, serta melemahkan fungsi pers sebagai kontrol sosial.
Situasi tersebut tercermin dalam Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2025. Skor IKP tercatat 69,44 atau berada pada kategori cukup bebas. Angka ini hanya meningkat tipis dibandingkan IKP 2024 sebesar 69,36 dan masih tertinggal dari capaian beberapa tahun sebelumnya.
Dalam mandat perlindungan pers, Dewan Pers sepanjang 2025 menyediakan 118 ahli pers untuk memberikan keterangan ahli kepada kepolisian dan pengadilan. Dari Januari hingga November 2025, terdapat 86 kasus yang ditangani, mayoritas terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang Pers.
Sebagai langkah penguatan, Dewan Pers bersama sejumlah lembaga negara meluncurkan Mekanisme Nasional Keselamatan Pers pada 24 Juni 2025. Mekanisme ini mencakup pembentukan Satuan Tugas Nasional Keselamatan Pers sebagai forum koordinasi penanganan kasus yang mengancam keselamatan wartawan.
Di sisi lain, pengaduan masyarakat terhadap media justru meningkat. Sepanjang Januari hingga November 2025, Dewan Pers menerima 1.166 pengaduan, melonjak dibandingkan 626 pengaduan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Mayoritas aduan ditujukan kepada media siber, dengan pelanggaran meliputi prinsip cover both sides, judul clickbait, pencemaran nama baik, penggunaan foto tanpa izin, hingga ujaran kebencian.
Dari jumlah tersebut, 925 perkara telah diselesaikan melalui mekanisme surat-menyurat, risalah, serta Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR).
Upaya peningkatan profesionalisme wartawan juga terus dilakukan melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Sepanjang 2025, Dewan Pers mencatat 145 kegiatan UKW dengan total wartawan tersertifikasi mencapai 14.647 orang. Pada tahun yang sama, Dewan Pers merampungkan Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan (AI) dalam Karya Jurnalistik.
Namun, tantangan pers tidak hanya datang dari sisi kebebasan. Tekanan ekonomi akibat disrupsi digital, penurunan belanja iklan, perubahan algoritma platform digital, serta pemanfaatan AI masih menghantui industri media. Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat lebih dari 800 pekerja media mengalami pemutusan hubungan kerja sejak 2024 hingga Juli 2025.
Merespons situasi tersebut, Dewan Pers mendorong berbagai langkah jangka panjang, mulai dari dialog dengan pemerintah, penguatan Dana Jurnalisme Indonesia, usulan revisi Undang-Undang Hak Cipta agar karya jurnalistik memiliki hak ekonomi, hingga mendorong persaingan usaha yang sehat antara platform digital dan perusahaan pers.
“Seluruh upaya ini menjadi bekal penting bagi pers nasional untuk bertahan, beradaptasi, dan tetap menjalankan fungsi demokrasi memasuki tahun 2026,” pungkas Komaruddin.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait
