SMPN di Manggarai Hanya Ada 5 Siswa, Pemda Diminta Tidak Boleh Bangun Sekolah Asal-asalan 

Ardy
Dosen Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Mantovanny Tapung. Foto: iNewsFlores.id/Ardy

Ruteng, iNewsFlores.id - Dosen Unika St. Paulus Ruteng, Dr. Mantovanny Tapung meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai untuk tidak boleh membangun sekolah asal-asalan. 

Menurut Mantovanny, membangun sekolah sebaiknya juga harus menghindari konflik kepentingan sekelompok orang saja, apalagi kepentingan politik. 

"Kebijakan politik pendidikan baik nasional maupun daerah mesti berdampak pada hal yang positif, bukan malah membuat masyarakat merasa terbebani alias tidak merdeka," katanya di Ruteng, Kamis (28/07/2022). 

Hal ini disampaikan Mantovanny menyusul adanya polemik di balik pembukaan SMPN 9 Reok yang berlokasi di Kampung Mbang, Desa Nggalak, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai. 

Keberadaan SMPN 9 Reok memang hingga kini ditentang masyarakat di kampung sekitar. Selain itu, untuk tahun ajaran 2022/2023, sekolah tersebut hanya mendapat 5 siswa yang mendaftar. Kelimanya berasal dari Kampung Mbang.

Mantovanny pun meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Manggarai untuk mengintervensi dan perlu membuat perlakuan khusus untuk SMPN 9 Reok. 

Proses pendidikan tentu harus tetap berjalan, meskipun jumlah siswa minim. Intervensi yang dilakukan terutama untuk tetap menjaga kondusivitas sekolah dan tetap menjaga keberlanjutan input, proses, dan output/outcome-nya. 

Dari sisi akreditasi, jumlah siswa yang sedikit sudah menjadi indikasi level yang rendah pada butir penilaian akreditasi, baik dari komponen mutu lulusan, proses pembelajaran, mutu guru dan manajemen sekolah.

Dinas juga, lanjut Mantovanny, harus memperhatikan kesejahteraan guru dan kondisi kerja yang baik, sambil meminta masyarakat (komite dan orang tua siswa) untuk mendukung secara penuh aktivitas pendidikan dan proses pembelajarannya. 

"Dari masalah SMPN 19 Reok ini masyarakat Manggarai perlu belajar dan disadarkan bahwa pendidikan dan prosesnya tidaklah mudah," katanya. 

"Butuh keseriusan, kesadaran kolektif dan kebijaksanaan politik pendidikan yang konstruktif," tambah dia. 

Di balik polemik tersebut, menurut Mantovanny, perlu bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melihat secara benar dan tepat dalam mengusulkan pembangunan. 

Termasuk membangun sebuah institusi pendidikan agar tidak mengalami hambatan pada masa mendatang, di mana justru dapat menyulitkan generasi berikutnya.

Perlu Analisis Strategis

Mantovanny menambahkan, mendirikan institusi pendidikan tentu saja harus berdasarkan analisis strategis. 

Doktor Filsafat Pendidikan di Unika St. Paulus Ruteng ini kemudian menyoroti beberapa poin terkait keberadaan SMPN 9 Reok. 

Pertama, Mantovanny menduga antuasiasme masyarakat untuk bersekolah pada satuan pendidikan tersebut, rendah.

Rendahnya semangat bisa disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk menyekolahkan anak. Bisa juga karena lemahnya daya dukung ekonomi dan sosial. Atau karena sekolah tidak memiliki daya tarik bagi masyarakat sekitar.

Kemungkinan rendahnya daya tarik ini merupakan dampak dari kurangnya sarana prasarana pendukung dan penyanggah pembelajaran.

"Bisa juga karena tata kelola sekolah dan pembelajaran yang belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP)," jelas Mantovanny 

Kedua, Mantovanny menduga SMPN 9 Reok berada pada posisi yang tidak strategis. Bila ada dua atau tiga satuan pendidikan yang berjenjang sama bertetangga dengan jarak yang tidak terlalu jauh, apalagi tidak banyak sekolah dasar pendukung, maka kemungkinan ada satuan pendidikan yang akan mengalami kolaps dari segi jumlah pendaftar sebagai peserta didik.

Penumpukan (crowded) jumlah sekolah dalam jenjang yang sama dalam satu wilayah geografis yang sama, sangat berdampak buruk pada mutu pendidikan, daya saing sekolah dan kondisi kebatinan masyarakat dan civitas akademikanya.

Minimnya jumlah siswa membuat kepala sekolah dan guru-guru, bahkan siswa menjadi rendah diri dalam melaksanakan aktivitas pendidikan dan proses pembelajaran.

Selain itu, tentu berdampak buruk pada standar pembiayaan pendidikan. Semakin kecil jumlah siswa akan berpengaruh pada besarnya biaya pendidikan, dan semakin sedikitnya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikeluarkan oleh pemerintah

Koordinator Pelaksana Akreditasi (KPA) BAN S/M NTT untuk wilayah Manggarai ini menegaskan, kebijakan mendirikan sekolah oleh pemerintah daerah mesti berbasis analisis strategis menyangkut isu peluang keberlanjutan sekolah. Sekolah pendukung jenjang sebelumnya. 

Jarak geografis dengan keberadaan sekolah yang sejenjang. Daya dukung masyarakat dari sisi sosio-ekonomi dan budayanya. 

Aksesibilitas kebutuhan dasar, seperti jalan, listrik dan air, termasuk juga isu pemerataan dan keadilan pembangunan. 

Sebelumnya, warga Wangkal, Desa Kajong, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai, menyebut SMPN 9 Reok yang berlokasi di Mbang dibangun demi kepentingan politik dari orang tertentu. 

"Apakah pemerintah kurang peka untuk mengambil keputusan? Saya kira tidak, ini semua karena kepentingan politik sesaat," tegas Rius, salah satu warga Wangkal kepada wartawan, Rabu (27/7/2022).

Rius mengatakan, jika pemerintah memaksakan anak-anak dari Wangkal masuk SMPN 9 di Mbang, maka lebih baik masuk SMP Swasta saja, seperti  SMP Santo Markus di Pateng. Karena menurut dia, selain didikan akademik, anak-anak juga akan dididik disiplin waktu. 

"Mohon maaf bukan berarti mempromosikan sekolah tertentu, karena itu yang kami alami dulu, sebagai almamater,” kata dia.

Rius menambahkan, Kajong merupakan SMP Negeri pilihan terbaik untuk anak-anak tamatan SDI Wangkal dan Romang,  jika pilihan sekolah Negeri yang terdekat. Seban selain lingkungan akademiknya cukup baik, fasilitasnya juga cukup mendukung.  

Sementara praktisi pendidikan asal Reok Barat, Hendrik Masur mengatakan, apa yang disampaikan Kadis PPO Manggarai  tidak melihat realitas di lapangan. 

Kadis, kata dia, tidak tahu Mbang itu di mana, berapa jumlah penduduk usia sekolahnya, berapa SD penyangga, dan lain-lain. 

"Lebih dari itu, saya menilai itu pernyataan politis dari pejabat-pejabat yang tidak mau kehilangan muka akibat kebijakan yang buruk,” kata dia. 

Hendrik mengatakan, pada sisi lain, larangan tersebut katanya karena aturan zonasi. 

Maka dari itu, ia mengajukan beberapa poin penting: 1) Apakah benar ada peraturan zonasi mengenai pendaftaran sekolah di Manggarai. 2) Jika ada, pernah ada sosialisasi mengenai aturan zonasi itu?. 3) Tujuan utama zonasi itu adalah utk menghindari favoritisme dalam pengelolaan sekolah/pendidikan.  

"Lah, di Reok Barat itu sudah ada SMPN unggulan yang memang jadi tujuan semua tamatan SD di sana? SMP Lante saja sampai hari ini belum ada gedungnya, malah mau bikin sekolah baru," ungkap Hendrik. 

“Kesimpulannya, hanya ada satu kata: lawan!” tegas Hendrik.

Hendrik menambahkan, mungkin bupati, kepala dinas dan anggota dewan yang mendorong pembentukan sekolah itu tidak tahu kalau indeks pembangunan manusia NTT itu urutan ketiga dari bawah, sedikit di atas Papua dan Papua Barat. 

"Pertanyaanya kok bisa, padahal sekolah banyak. Ya karena kita lalai upgrade kualitas," tegasnya. 

Hendrik menegaskan, fokus Dinas PPO harusnya ke peningkatan fasilitas sekolah-sekolah yang ada. Peningkatan kualifikasi guru-guru melalui training berkala terkait manajemen kelas dan metodolgi mengajar dengan memanfaatkan dana BOS. Memperluas persputakaan sekolah. Membuka laboratorium Science dan IT, dan lain-lain. 

"Fokus di sini dulu kalau kita mau anak-anak dan adik-adik kita bisa bersaing di level yang lebih besar,” tegas Hendrik.

Sementara warga Wangkal lainnya, Sil Jelahi mengatakan, kalau Pemkab Manggarai betul-betul mau menjawab kebutuhan masyakat, sebaiknya mereka turun ke Wangkal, Kalo dan Romang untuk mendengar langsung suara masyarakat.  

Kalau orang Mbang tidak ego dan anggota DPRD dari Dapil Reok Barat dan Pemkab Manggarai tidak mempunyai kepentingan pribadi, kata dia, maka membuka sekolah baru di wilayah ini sudah sangat bagus. Sebab sekolah pendukungnya ada dua dan terdiri dari tiga anak kampung, ditambah lagi satu kampung tetangga, Kampung Todok pemekaran dari Mbuer, Manggarai Barat. 

“Yang terpenting letak lokasi sekolah SMPN harus harus stategis, dalam arti akses dri keempat anak kampung itu mudah, dan saran saya lokasi yang memang paling bagus itu di Romang, pertigaan cabang ke Todok dan Kalo. Saya rasa kalau seperti ini masyarakat di Wangkal dan Kalo pasti setuju,” kata dia.

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network