Labuan Bajo, iNewsFlores.id — Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Manggarai Barat kembali menyita perhatian publik. Keluarga korban menuntut ketegasan aparat kepolisian, setelah pelaku yang telah berstatus tersangka masih bebas berkeliaran di kampung.
Konstantinus Benkoming, ayah dari AW (13), korban kekerasan yang terjadi pada 31 Juli 2024 di Kampung Tondong Raja, Desa Golo Sembea, Kecamatan Mbeliling, menyampaikan keresahan keluarganya. Ia menilai, sikap kepolisian yang tidak melakukan penahanan terhadap tersangka MS membuat keluarga korban hidup dalam ketakutan.
“Saya minta dengan hormat kepada pihak kepolisian agar secepatnya menahan pelaku. Karena anak dan keluarga saya merasa tidak nyaman di kampung ini,” tegas Konstantinus, Sabtu (18/10/2025).
Menurutnya, tidak ada alasan bagi polisi untuk menunda penahanan, sebab pelaku sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan dan perusakan barang di rumah mereka.
“Pelaku ini sudah ditetapkan tersangka, jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak ditahan. Kami hanya ingin rasa aman, sementara dia masih bebas dan sering bikin masalah,” ujarnya dengan nada kecewa.
Keluarga juga mempertanyakan dasar hukum Polsek Sano Nggoang yang memilih untuk tidak menahan tersangka, meski status hukumnya sudah jelas. Mereka khawatir keputusan ini bisa memicu intimidasi baru atau bahkan menghalangi keadilan bagi korban.
“Kami tidak bisa menjamin apa yang dikatakan pihak Polsek bahwa dia kooperatif dan tidak akan melarikan diri. Sementara kami di kampung terus merasa terancam,” tambahnya.
Diketahui, Polsek Sano Nggoang telah menetapkan MS sebagai tersangka dengan nomor surat: S Tap.Tsk/01/II/2025/UNIT RESKRIM/POLSEK SANO NGGOANG.
Kapolsek Sano Nggoang Ipda Juharis menjelaskan, alasan pihaknya tidak melakukan penahanan karena tersangka didampingi pengacara dan berjanji tidak akan menghilangkan barang bukti. Selain itu, MS juga melaporkan balik pelapor atas dugaan penganiayaan.
“Tersangka tidak ditahan karena didampingi pengacara dan berjanji tidak akan menghilangkan barang bukti. Ia juga membuat laporan balik terhadap pelapor,” kata Juharis.
Namun, alasan tersebut menuai kritik dari sejumlah warga dan pemerhati hukum di Mabar. Mereka menilai keputusan kepolisian berpotensi mengabaikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya, terutama ketika pelaku masih bebas berinteraksi di lingkungan yang sama.
Kasus ini menjadi sorotan karena dinilai mencerminkan kurangnya keberpihakan aparat terhadap korban kekerasan anak, yang seharusnya mendapat perlindungan penuh sesuai amanat undang-undang.
Jika situasi ini terus berlarut tanpa tindakan tegas, bukan hanya korban yang kehilangan rasa aman, tetapi juga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum bisa ikut luntur.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait