Bukan Sekadar Cuaca Buruk: Tragedi KM Putri Sakinah Buka Borok Keselamatan Wisata

Yoseph Mario Antognoni
Matheus Siagian. Foto: iNewsFlores.id/Yoseph Mario Antognoni

Labuan Bajo, iNewsFlores id – Tragedi tenggelamnya kapal wisata KM Putri Sakinah di perairan Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, tak lagi sekadar musibah laut. Peristiwa yang menewaskan satu penumpang perempuan Warga Negara Spanyol dan meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban—termasuk momen memilukan saat sang ibu menangis histeris ketika mengenali jenazah putrinya di Pelabuhan Marina Labuan Bajo—kini membuka diskusi serius soal keselamatan wisata laut di destinasi super prioritas Indonesia.

Hingga hari kelima pencarian, Tim SAR Gabungan baru menemukan satu jenazah dari empat WNA Spanyol yang dilaporkan hilang sejak kapal tenggelam pada 26 Desember 2025. Operasi SAR diperkuat dengan kehadiran KN SAR Puntadewa, namun pertanyaan publik justru mengarah pada satu isu mendasar: apakah kecelakaan ini murni karena alam, atau akibat kesiapan manusia yang lemah?

Pelaku Pariwisata: Jangan Selalu Menyalahkan Alam

Pelaku pariwisata Labuan Bajo, Matheus Siagian, menilai narasi yang selalu menyudutkan cuaca dan gelombang sebagai penyebab utama kecelakaan kapal adalah pendekatan yang keliru dan menyesatkan.

“Kita tidak pernah bisa mengendalikan alam. Tapi kesiapan manusia—awak kapal, sistem kerja, dan respons darurat—itu sepenuhnya tanggung jawab penyedia jasa wisata,” tegas Matheus.

Menurutnya, pendekatan keselamatan di wisata laut harus berbasis human-centered approach, bukan sekadar teknis kapal atau izin layar. Kapal boleh layak secara administrasi, namun tanpa kru yang terlatih dan siap menghadapi skenario terburuk, keselamatan penumpang hanyalah ilusi.

Simulasi Keselamatan Masih Jadi Formalitas

Matheus menyoroti minimnya simulasi darurat yang realistis dan mendadak bagi kru kapal wisata. Padahal, simulasi inilah yang menentukan apakah kru mampu bertindak cepat saat mesin mati, kapal terbakar, penumpang panik, atau kondisi medis darurat terjadi di tengah laut.

“Simulasi tidak boleh terjadwal rapi hanya demi lolos inspeksi. Harus mendadak, tanpa pemberitahuan, dan dilakukan oleh lembaga independen,” ujarnya.

Ia mengusulkan agar setiap kapal wisata diuji melalui skenario nyata seperti:

  • kapal tenggelam,
  • kebakaran di atas kapal,
  • kerusakan mesin di tengah laut,
  • hingga kondisi medis kritis penumpang.

Dari hasil simulasi itu, kapal diberi rating kesiapan keselamatan, bukan sekadar cap “layak berlayar”.

Banyak Kapal, Tanpa Standar Kesiapan Seragam

Data kecelakaan kapal wisata di Labuan Bajo memang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun Matheus mengingatkan, lonjakan itu harus dibaca secara utuh.

“Jumlah kapal wisata bertambah drastis. Masalahnya bukan semata jumlah kecelakaan, tetapi ketiadaan standar kesiapan yang seragam,” katanya.

Artinya, semakin padat lalu lintas wisata laut, semakin tinggi risiko jika tidak dibarengi sistem keselamatan yang disiplin dan terstandar.

Belajar dari Negara Maju

Matheus membandingkan praktik keselamatan laut di negara tujuan wisata dunia. Di Amerika Serikat, Coast Guard rutin melakukan unannounced safety drills. Di Australia, operator wisata laut wajib menjalani emergency preparedness audit. Jepang bahkan menempatkan kesiapan kru setara dengan kondisi teknis kapal.

“Di sana, sertifikat bisa dicabut meski kapalnya bagus, kalau krunya tidak siap,” ujarnya.

Desakan Bentuk Lembaga Keselamatan Kapal Wisata

Tragedi KM Putri Sakinah, menurut Matheus, harus menjadi momentum pembentukan lembaga khusus keselamatan kapal wisata di Manggarai Barat. Lembaga ini bertugas memastikan setiap kapal—baik lokal maupun dari luar daerah—memenuhi standar kesiapan darurat sebelum beroperasi.

“Keselamatan tidak lahir dari slogan pariwisata kelas dunia, tapi dari latihan berulang yang nyata dan tak terduga,” tegasnya.

Tragedi yang Seharusnya Mengubah Sistem

Tangis seorang ibu di Pelabuhan Marina Labuan Bajo saat mengenali jenazah putrinya menjadi simbol mahalnya harga sebuah kelalaian. Di tengah upaya SAR yang masih berlangsung, publik kini menunggu: apakah tragedi ini akan berakhir sebagai berita duka semata, atau menjadi titik balik pembenahan keselamatan wisata laut Labuan Bajo?

Satu hal yang pasti, seperti ditegaskan Matheus Siagian, yang menyelamatkan nyawa bukan kapal termahal, melainkan kru yang paling siap.

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network