Tidak Ada Pelanggaran Hukum pada Proses Pra Pembangunan Bandara Surabaya II di Nagekeo

Joni Nura
Lokasi rencana pembangunan Bandara Surabaya II di Desa Tonggurambang, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT. Foto: iNewsFlores.id/Joni Nura

Mbay, iNewsFlores.id- Tidak ada pelanggaran hukum dalam proses pra-pembangunan Bandara Surabaya II di Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT. Semua prosedur administrasi sudah dipatuhi dengan saksama. 

Demikian disampaikan Kepala Bappelitbangda Nagekeo, Kasimirus Dhoy, Rabu (22/03/2023). 

Kasimirus pun sangat menyayangkan ketika Unit Tipikor Polres Nagekeo melakukan pemanggilan berkali-kali terhadap sejumlah aparat Pemda Nagekeo, profesional  dari ITB, dan pegawai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI. 

Tipikor Polres Nagekeo bahkan sudah menginterogasi profesional ITB di Bandung dan pegawai Kemenhub di Jakarta.

Ia menduga penyelidikan yang dilakukan Polres Nagekeo menghambat proses pembangunan Bandara Surabaya (BS) II yang dijadwalkan rampung sebelum Oktober 2024. 

Akibat pemanggilan dan pemeriksaan yang dilakukan Polres Nagekeo,  Tim Kemenhub menunda verifikasi lapangan untuk penetapan lokasi (penlok) bandara. Penlok adalah langkah awal untuk memulai pembangunan bandara.

Kasimirus menegaskan, semua tuduhan yang disampaikan Polres Nagekeo sama sekali tidak ada unsur kebenaran dan terkesan mengada-ada untuk menghambat pembangunan BS  II.  

"Keberadaan Unit Tipikor di Polres Nagekeo dimaksudkan untuk mencegah tindak pidana korupsi dan kerugian negara," ujarnya. 

Menurut dia, proses pra-pembangunan BS II berjalan transparan dan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada penyalahggunaan kewenangan, penyimpangan prosedur,  unsur korupsi,  dan kerugian negara.  

"Pembangunan BS  II sangat penting bagi Nagekeo, NTT,  dan Indonesia. Bandara ini, antara lain, bermanfaat untuk kepentingan peresmian Waduk Mbay, September  2024, oleh Presiden Joko Widodo," jelas Kasimirus. 

Pembangunan runway atau landasan pacu bandara tahap awal sepanjang 1.200 meter persis di landasan Bandara Surabaya II  yang dibangun Jepang pada tahun 1944. Lahan ini sepenuhnya milik Pemda Nagekeo.

Nama BS II yang diberikan Jepang tetap diabadikan. Pada masa pendudukan Jepang di Flores, 1942-1945,  Mbay dipilih menjadi lokasi bandara baru di Kawasan Timur Indonesia selain Morotai di Maluku Utara. 

"Dokumen sekutu menyebut bandara ini sesuai dengan nama sungai, yakni Sissa River Aerodrome," jelas Kasimirus. 

Dalam dokumen ini disebutkan bahwa ukuran bandara yang terbentang dari Tenggara ke Barat Laut direncanakan seluas 7.500 ft x 350 ft atau 2.286 meter x 106,68 meter dan sudah terbangun seluas 4.000 ft x 350 ft atau 1.219,2 meter x 106,68 meter (Special Report Allied Geographical Section SWPA No.83: Soemba, Soembawa dan Flores, 6 September 1945, halaman 107).  BS II dinilai penting oleh Jepang sebagai bagian dari geostrategi. 
  
Saat ini, keberadaan BS II tetap dibutuhkan sebagai bagian dari geostrategi, apalagi masalah geopolitik kini menjadi masalah dunia. 

Perang terbuka Rusia-Ukraine dan ancaman China di kawasan ASEAN merupakan realitas politik yang harus dipahami dan diantisipasi dengan langkah nyata.  

Dikatakan, NTT adalah provinsi terluar dan terdepan dari NKRI. Sebuah  bandara besar di Flores sangat dibutuhkan untuk pengamanan dan pengembangan ekonomi kawasan.

Sedangkan Mbay menempati posisi strategis karena letaknya persis di tengah Pulau Flores dan telah ditetapkan sebagai pusat Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mbay dari sudut kepentingan ekonomi untuk NTT.  

Selain itu, dataran Mbay yang luas memungkinkan runway bandara diperpanjang hingga 3.500 meter atau 3,5 km. 

Flores adalah bagian dari ring of fire, pulau rawan gempa dan letusan gunung berapi.  Keberadaan BS II  penting untuk evakuasi korban becana dan pengiriman bala bantuan.  Di saat normal, bandara ini penting untuk pergerakan barang dan manusia.  BS II penting bagi upaya  akselerasi pembangunan di Flores.

Tiga isu yang dianggap bermasalah dan memiliki konsekuensi hukum oleh Polres Nagekeo dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, isu kewenangan. Polres mempertanyakan, mengapa studi kajian BS II tidak dilakukan Dinas Perhubungan, melainkan oleh  Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda)?

"Kewenangan untuk mengkaji kelayakan lokasi bandara dan rencana induk bandara bukan kewenangan Dinas Perhubungan, melainkan Bappelitbangda," tegasnya.

Editor : Yoseph Mario Antognoni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network