Flores Timur, iNewsFlores.id- Sejumlah warga Desa Boru menyatakan penolakan tegas mereka terhadap rencana relokasi penyintas Erupsi Gunung Lewotobi ke lokasi Hutan Lindung yang terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Sikka dan Kabupaten Flores Timur.
Menurut warga, hutan lindung di wilayah Kecamatan Wulanggitang itu merupakan sumber kehidupan mereka sekaligus salah satu paru-paru alam yang harus dilestarikan.
Mereka menilai bahwa rencana pemerintah untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai permukiman baru bagi pengungsi adalah keputusan yang tidak bijak.
“Kami tidak setuju hutan ini dijadikan permukiman. Banyak hal yang akan jadi korban. Hutan ini adalah warisan yang menjaga keseimbangan lingkungan dan menjadi penopang hidup kami,” ujar Vermollen,Jumat (22/11/2024)
Selain fungsi ekologisnya, sebagian lahan di kawasan itu merupakan Hutan Kemasyarakatan (HKM) yang telah lama dimanfaatkan warga untuk tanaman komoditas seperti cengkeh dan kemiri. Kekhawatiran pun merebak bahwa relokasi dapat mengancam hasil jerih payah mereka selama bertahun-tahun.
“Jadi bagaimana dengan tanaman perkebunan kami? Kami mau hidup dari mana kalau semuanya digusur? Sedih,” keluh Mikhael Lewar.
Warga juga menyoroti pentingnya menjaga kawasan tersebut untuk generasi mendatang. Mereka menyebut lokasi itu sebagai salah satu alternatif aman jika erupsi semakin besar, sekaligus kawasan yang perlu disiapkan untuk menampung pertumbuhan penduduk di masa depan.
“Kalau hutan ini diberikan untuk relokasi sekarang, generasi Boru ke depan mau tinggal di mana? Kami tolak!” tegas mereka.
Sementara itu, Yohan warga Boru lainnya berharap pemerintah mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi sebelum mengambil keputusan akhir. “Kami mengerti kebutuhan relokasi, tapi tolong jangan rusak kehidupan kami yang sudah ada,” pungkasnya.
Diketahui, sebelumnya, lokasi yang sebagian besar adalah wilayah HKM tersebut telah ditinjau oleh pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Pemerintah Kabupaten Flores Timur.
Penjabat Bupati Flores Timur, Sulastri HI Rasyid, menjelaskan bahwa survei lokasi tersebut baru berada pada tahap awal. Ia memastikan bahwa keputusan final belum diambil.
“Ini baru survei. Rencananya kita tetapkan 100 hektar, tetapi masih harus ditinjau dari berbagai aspek, termasuk geologi dan kelayakan teknis lainnya,” jelas Sulastri usai meninjau lokasi, Jumat (22/11/2024)
Survei ini, menurut Sulastri, merupakan bagian dari analisis risiko dan mitigasi, yang bertujuan untuk memastikan keamanan kawasan sebelum diputuskan menjadi permukiman.
Editor : Yoseph Mario Antognoni
Artikel Terkait